Ticker

6/recent/ticker-posts

Sejarah Melayu Kayong Dari Zaman Kerajaan Tanjungpura, Sukadana, Matan & Simpang

 Oleh : Hasanan 

Sebelum membahas  tentang Suku Melayu Kayong ada baiknya kita mengetahui asa usul  penamaan kayaong atau yang lazim di sebut sebagai “Tanah Kayong”.

Tanah Kayong adalah sebutan untuk Kabupaten Ketapang  dan kabupaten kayong utara yang merupakan salah satu kabupaten yang terletak paling selatan di Kalimantan Barat. Sebanarnya penyematan nama “kayong” untuk sebuah nama Kabupaten kayong utara saat ini kurang begitu tepat jika di lihat dari sisi sejarah sebab nama Kayong itu sendiri tidak ada di wilayah yang saat ini dinamakan kabupaten kayong utara, lalu di manakah letaknya ?. nanti akan kita bahas di sini, dan kali ini kita juga tidak akan membahas atau menyoal nama Kabupaten kayong utara yang sudah terlanjur jadi, di sesion kajian yang lain kami akan menyajikan untuk anda, namun sekali lagi kajian ini hanya bersifat wacana sejarah untuk kita sama sama dalam ruang diskusi, terutama pada kolom komentar yang telah kami sediakan, selamat menyaksikan. 


 Kabupaten ketapang dan kayong utara  memiliki jejak peradaban yang tertua di kalimantan barat  yakni Kerajaan Tanjungpura  dan beberapa kali mengalami perpindahan ibu kota dari mulai negeri baru, Sukadana , matan, Indralaya, Tanah Merah, Simpang dan Muliakerta.

Pada kali ini kita meminjam istilah nama “Kayong” sebagai sebuah entitas untuk menyebut  suku melayu secara umum yang ada di Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara. Walaupun terkadang fakta di lapangan beberapa suku melayu yang ada di dua kabupaten ini lebih cenderung menyebut dirinya berdasarkan tempat atau budaya yang berkembang di daerahnya, misal melayu Simpang, Melayu Laur, Melayu sandai, melayu pesaguan, melayu kendawangan, melayu pulau  dan lain sebagainya, namun secara umum melayu di dua kabupaten ini memang memiliki ciri khas yang sama sehingga Alm M Dardi D Has mengistilahkan melayu di dua kabupaten ini dengan nama MELAYU KAYONG, yang terdiri dari banyak sub suku lagi.

Baik kita akan mencoba membahas secara rinci, Di  sisi  yang lain "tanah kayong", konon menurut kisah juga terkenal dengan banyak orang yang sakti mandra guna yang berasal  dari daerah ini.

Menurut dari berbagai sumber dan literatur penamaan  kayong sendiri  berasal dari sebuah sungai yang berada di batang tayap, saat ini  masuk di wilayah Kecamatan Nanga Tayap kabupaten ketapang.  


Di Nanga Tayap sejak dahulu terdapat sungai yang bernama "sungai Kayong  ".  yang di dalamnya juga di huni oleh  sub suku dayak yang bernama Dayak Kayong . Di kawasan ini dahulunya juga juga berdiri pecahan dari Kerajaan Tanjungpura  yaitu Kartapura  , saat ini masuk wilayah   desa Tanah Merah Sei Kelik kecamatan nanga tayap).

Kartapura adalah kelanjutan dari  Tanjung pura yang berawal dari negeri baru kemudian pindah kesukadana, Matan  lalu pindah lagi Indralaya  atau  Sandai . Di kawasan kartapura dan Sungai kayong inilah ada makam Ratu Pano, dan makam makam kuno lainnya yang menjadi situs bersejarah yang merupakan rangkaian penting dari kelanjutan  imperium kerajaan Tanjungpura.

Apabila kita berkunjung ke kampung melayu di Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara , maka kita akan menjumpai bahasa Melayu yang khas dan unik, berbeda dengan bahasa melayu pada umumnya di kalimantan  atau pulau sumatra.

Bahasa yang unik dan khas tersebut di sebut sebagai bahasa melayu kayong. Namun di tempat  tertentu seperti perhuluan terkadang dialeknya agak berbeda , bagian hulu lebih dekat dengan dialek yang kental dan melekat seperti orang dayak, namun secara umum memiliki bahasa yang sama, perbedaannya hanyalah pada dialeknya.

Jika di daerah perkotaan pada umumnya menyebut kamu atau anda adalah dengan kata “kau” untuk yang halusnya adalah  awak ,  namun jika di  pedalaman menyebutnya dengan sebutan “mpuk, jika di Kendawangan mika’, teluk Melano Telok Batang , durian sebatang dan pulau maya menyebutnya, ika atau kita`. Namun yang  berbeda jauh seperti di Melayu  Tayap khususnya cali, yaitu ngkam.

Hal tersebut  merupakan salah satu contoh yang menyatakan kepada kita bahwa suku Melayu Kayung pada umumnya memiliki bahasa yang sama. Soal beda dialek hanyalah kerena tempat tinggal dan interaksi dengan penduduk sekitar yang menghasilkan proses budaya baru yang turun temurun dalam kurun waktu cukup lama.

Jika di nukil dari kisah Tuk Upui dan Tuk Bubut seperti yang telah di tulis oleh seorang budaywan asal ketapang , yakni M dardi d has beliau menuliskan bahwa  tok upui dan tok bubud  sama-sama dipercaya oleh penduduk Tanah Kayung sebagai nenek moyang mereka, maka dengan demikian baik Melayu maupun Dayak adalah dari keturunan yang sama.

Dalam catatan Von de wall pada tahun 1862 masehi yang pernah bertugas di sukadana, ia membagi klasifikasi penyebutan bagi orang orang pribumi yang bermukim di tanah kayong pada masa itu, seperti ;  mambal atau orang bukit, siring, Kaum, Priyayi, Orang bumi, dan oelor, mereka masuk dalam dua kelompok besar yakni Dayak matahari hidup, dan Dayak matahari mati.

Dayak matahari mati menrut de wall, diam di sepanjang sungai pawan hingga kehulu, sedangkan Dayak matahari hidup ada di bawah naungan kerajaan Tanjung Pura Era Sukadana, termasuk dayak simpang, dayak kayong yang saat itu berdiam di Tolak, siduk, tayap, sandai, tumbang titi, pesaguan dan skitarnya . 


 

Dalam Teks aslinya yang di terjemahkan dari catatan dewall 1862 adalah sebagai berikut :

pada masa kejayaan Kerajaan Sukadana, penduduk terdiri dari dua bagian utama: yakni Dayak dan pemukim Jawa serta pendatang sebagai pengikut muhammad atau yang maksudnya adalah beragama islam, yang selanjutnya mereka menikah dengan orang setempat dan berasimilasi serta di sebut sebagai orang melayu.

Sedangkan Dajak dibagi menjadi dua kelompok besar yakni Dajak matahari hidoep dan dajak matahari mati, dan yang mengikuti ajaran muhammad menjadi empat suku yakni  Mambal, Siring, Kaum dan Prijahi.

Dari sinilah awal mula perjalanan masyarakat suku melayu Kayong, mereka dahulunya di identifikasi berdasarkan asal usul tempat yang kemudian dalam perkembangnya di kelompokkan sebagai suku Melayu.

Berdasarkan dari catatan de wall tersebut, artinya Melayu dan Dayak khususnya di wilayah kayong saat ini berasal dari akar yang sama.

Pada masa itu Di karenakan  Adanya perubahan politik di Kerajaan Tanjung Pura era Sukadana dan menyebarnya agama baru membuat Orang Dayak matahari hidup kemudian bermigrasi secara besar-besaran ke perhuluan sehingga mereka membentuk beberapa sub suku dayak di antaranya sub suku dayak simpang yang ada di kualant, banjour, semandang kemudian sub suku dayak kayong, yang berdiam di tumbang titi, sandai, pesaguan , kendawangan dan sekitarnya.

Bagi yang masih berdiam di hilir  kebanyakan  merekalah yang menjadi cikal bakal Melayu Kayung. Sedang yang berpindah kehulu merupakan cikal bakal orang  Darat yang pada abad ke 17 disebut sebagai suku Dayak oleh para penulis eropa.

Penduduk yang bermukim didaerah pesisir pantai bersifat terbuka, karena mau tidak  mau mereka harus menerima para pendatang dari seberang laut atau dari pulau pulau sekitar. Mereka kemudian membaur, bahkan menikah serta hidup turun temurun , maka Tak heran karena berinteraksi dengan para pendatang maka adat istiadat, bahasa dan sebagainya   mengalami perubahan .

Sedang mereka yang berdiam di pedalaman karena kurang berinteraksi dengan pendatang, sehingga bahasa dan adat istiadat tidak mengalami banyak perubahan.

Agama Islam yang masuk pada abad ke 15  di kalimantan melalui kerjaan Tanjung pura ,  yang pada masa itu Ibukota Kerajaannya sudah ada di Sukadana. Yang pertama menerima Islam adalah raja  Karang Tanjung atau pudong berasap dengan gelarnya adalah Sultan Ali Aliuddin.

Karang tunjung atau pudong berasap adalah putra dari raja baparung bin prabu jaya dari majapahit yang juga menikah dengan dayang ptong dengan gelar putri junjung buih yakni putri angkat dari Siak bahulun yang merupakan seroang raja ulu air , saat ini masuk wilayah menyumbung kabupaten ketapang. 

Penyebaran Islam secara damai melalui hubungan politik dan prdagangan dengan kerajaan yang berasal dari berbagai penjuru negeri. Bagi mereka yang tidak  mau menerima Islam sebagai agamanya,  tidak di paksa oleh raja  namun Lama-kelamaan bagi yang  memeluk agama Islam mendekati pusat kerajaan, sedang yang menolak mulai menjauh dari pusat kerajaan.

Hal inilah  para pencatat eropa pada masa itu seperti G Muller, Von de wall, PJ vert,   membagi  penduduk Kalimantan secara umum dengan sebutan dayak dan melayu.

Jika di logika kan secara sederhana maka kesiumpulan bahwa ; Melayu adalah orang Dayak yang beragama Islam , sedangkan orang Dayak adalah orang Melayu yang tidak masuk Islam.

Orang Melayu Kayong banyak bermukim dipesisir pantai, namun jika di runut berdasarkan asal usulnya maka melayu kayong adalah percampuran, dari berbagai suku di nusantara pada masa itu. Maka bisa disimpulkan bahwa yang membentuk Melayu Kayung saat ini terdiri dari gabungan beberapa suku yang ada ditanah Kayung di antaranya adalah:

  1. Penduduk asli Kalimantan (dari golongan priyayai, maya, orang bukit, mengkalang, siring mambal, oler dan orang bumi, yang selanjutnya terbagi menjadi dayak matahari matai dan dayak matahari hidup, yang kemudian membentuk identitas Melayu Dan dayak)
  2. Pendatang dari  sriwijaya dan Palembang ( yaitu rombongan Sang Maniaka yang merupakan para pendatang sebelum adanya Tanjung pura era Islam)
  3. Pendatang dari Pulau Jawa (yakni rombongan PrabuJaya Majapahit dan para pendatang berikutnya di masa kerajaan Demak dan Mataram  )
  4. Pendatang dari Bugis (yaitu rombongan Daeng Manambon empat bersaudara dan daeng mataku)
  5. Pendatang dari Berunai (RajaTengah anak kseultanan brunei yang datang pada abad ke 17 di masa raja giri mustika atau sultan muhammad syafiuddin)
  6. Pendatang dari Arab yakni para syaikh dan habaib yang menikah dan menjadi  pendiri di beberapa kerajaan kalimantan.
  7. Pendatang dari Siak (yakni rombongan Tengku Akil yang datang di abad ke 19)
  8. Pendatang dari Jambi pada abad ke 19 yang menurunkan trah raden di kerajaan simpang.
  9. Para pendatang lain yang bergabung dan menisbatkan diri menjadi bagian dari Melayu Kayung.
  10. Tidak menutup kemungkinan para pendatang lain juga ikutr berbaur di tanah kayong seperti singgahnya pasukan kubilaikhan selama beberapa bulan di karimata dan kessukadana pada abad ke 13 saat akan kesingasari menyerang kertanegara. Dan Sukadana di masa abad ke 15 – 17 pernah menjadi bandar besar , maka tidak menutup kemungkinan kawin campur penduduk pribumi dan pendatang lain sangat terbuka di daerah tersebut.

Untuk menjadi orang Melayu Kayung atau untuk diakui sebagai urang Melayu Kayung sangatlah mudah, yaitu  para pendatang merasa sebagai urang Kayung, tidak arogan, tidak merasa bahwa “pribumi” adalah lebih rendah dari mereka para pendatang, maka mudah saja diterima dikalangan Melayu Kayung.

Namun apabila para pendatang itu arogan dan merasa diri lebih tinggi derajatnyadari “pribumi”, maka jangankan di  tanah kayong , dimanapun mereka berada akan sulit diterima keberadaanya.

Dalam perkembangannya bahasa yang di tuturkan oleh suku melayu kayong juga berbeda dengan melayu lainnya di kalimantan barat.  Bahasa melayu Kayong  merupakan salah satu dialek bahasa Melayu Lokal yang dituturkan di sekitar masyarakat melayu yang berdiam  Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara.

Walaupun dalam dialek melayu kayong sendiri, pada saat ini memiliki beberpa perbedaan berdasarkan wilayah namun secara umum bahasa melayu kayong adalah bahasa yang khas dan bahasa asli bagi para penduduk suku melayu yang ada di wilayah dua kabupaten yakni Kayong Utara dan Ketapang.

Berikut kami sertakan beberapa perbandiangan bahasa melayu kayong dengan banjar dan jawa berdasarkan asal usul dan percampuran yang telah di uraikan di atas. Selain itu beberapa film yang di produksi oleh Insan perfilman lokal kayong seperti Perang Belangkaet , Bunge arum cempane dan banyak konten yutube berbahasa melayu kayong seperti yutube ketapang tv tok uban dan lain lain juga mengangkat bahasa melayu kayong , meski beda dialek namun khasnya adalah sama.

Berikut kami coba sajikan beberapa perbedaan dan persamaan bahasa melayu kayong dan bahasa melayu Banjar serta jawa.

Melayu

Banjar

Kayong

jalanan

timbuk

timbok

anda

sampiyan
andika

sampin

sambit

tingkalung

tengkalong

dahulu kala

bahari

dolo'

cuci muka

tampungas

tempungas

dodol durian

tampuyak

lempok

pesanan khusus

tampah

tampah

jerang ditungku

tanggar

tanggar

tancap

tajak

tajak

dibayarkan dulu

talangi

talange'

pagi sekali

sungsung

sunsung

pernah

suah

suah / kala'

tempayan

tajau

tajo

penebas rumput

tajak

taja'

bersemak

sabat

sebat

sapu

sasapu

sesapu

mesiu

sandawa

sendawe

dengan hati-hati

apik

apik

wadah

wadah

adah

apek

hapak

apak

seekor

sa'ikung

sekok

sebiji/sebilah

sabuting

sebuti' / suti'

seruan 'aduh'

akay

akay

tanggung

alang alang

alang alang

ayah

abah

abah / apa'

kemarin

samalam

sore

celana

salawar

seluar

susuk ke ujung

santuk

santok

air

banyu

ai'

lambat

lambat

alon

antan

halu

alu

mereka

buhannya

sida'

sisa gergajian

gabuk

simper

sendiri

sorangan

sorang

palang pintu

sunduk

sondok

bambu kuning

haur gading

aur gading

diri sendiri

awak

awa'

cocok

rasuk

rasok

roboh

rabah

rebah

anyaman daun nipah

kajang

kajang

dorong

surung

surung

uang kembalian

angsulan

sosok

kabur

kabus

kabus

kais

kair

kaer

kalau

kalu

kalo'

meraba-raba di tempat gelap

gagap

gagap

masakan berkuah

gangan

gangan

bawa

bawa

gawa'

kamu

ikam

mpu' / ika'

hemat

imit

emat

guling

gaguling

geguling

sanggul

galung

gelung

geli

geli

geli'

gemuk padat

gempal

gempal

pacar gelap

gandak

gendak

tidak

kada

ada'


obat

tatamba

obat tetambe


lintah darat

pacat

pacat


dipukul dengan kayu

pangkung

pangkung


beritahukan

padahakan

padahkan


ikan patin

patin

patin


penyimpanan beras

padaringan

pedaringan


ikan asin basah

pakasam

pekasam


pantangan adat

pamali

pemali


kemaluan lelaki

palir

peler


keterangan/nasihat

papadahan

pempadahan


pulang

bulik

balik


kaki berbentuk huruf x atau o

pengkor

pengkor


tidur di lantai beramai-ramai

balampar

belampar


ujung

puting

puting


serentak

basampuk

besampok


si bungsu

busu

bunsu


hernia

burut

burut


cicit

buyut

buyut


kemaluan lelaki

butuh

butuh


lurus

bujur

bujor


keruh

karuh

butak


sanak keluarga

bubuhan

bubohan


prima/cantik

bungas

bungas


pusar menonjol

bujal

bujal


burung hantu

buak

buak


anting-anting

bonel

bonel


binjai

binjai

binje


mengadu betis

bintih

benteh


mandul

tamanang

kanang


mandheg

mandak

mandak


 


Jawa

Kayong

menanam

nandur

nandur

anda

sampeyan

sampin

sanak saudara

sedulur

dulor

kelapa muda

degan

dogan

ayu

denok

denok

teman

batur

bator

bohong

ndobol

dabol

ibu jari

jempol

empol

masakan berkuah

jangan

gangan

pisau

lading

lading

dengan hati-hati

apik

apik

wadah

wadah

adah

apek

apek

apak

lambat

alon

alon

bawa

gawa

gawa'

sanggul

gelung

gelung

geli

geli

geli'

waras

waras

waras

pacar gelap

gendak

gendak

obat

tombo

obat tetambe

hantu perempuan

wewe

wewe

penyimpanan beras

pendaringan

pedaringan

stop

mandheg

mandak

 

MIFTAHUL HUDA

Sumber:
Von De wall , Buku M. Dardi D. Has.,  Jurnal BPNB Kalbar , Kantor Informasi, Kebudayaan dan Pariwisata, 2008. Halaman: 4-5,  Dan lain lain

 

 

Posting Komentar

0 Komentar