Ticker

6/recent/ticker-posts

Bagaimana Kehidupan di Kerajaan Simpang Matan Pada Tahun 1922


Oleh : M. Ilham

Pada kali ini kita akan membahasa kondisi kerajaan simpang pada masa lalu berdasarkan peta lama yang di simpan oleh musium astralian universty pad tahun 1922. Melalaui peta tersebut kita akan mencoba untuk merokonstruksi bagaimana wilayah kerajaan simpang pada masa itu berdasarkan dari keterangan dan penanda di dalam peta tersebut.

Ulasan kali ini berupa Wacana ilmu pengetahuan yang kami buat demi pelestarian khazanah budaya dan  sejarah,  yang mungkin masih banyak kekurangan, maka dari itu partisipasi dan masukan dari anda semua sangat kami harapkan, selanjutnya mari kita membahas  kerajaan simpang berdasarkan petunjuk peta tahun 1944 masehi.


Di beri nama Kerajaan Simpang  Matan karena letaknya yang berada dicabang dipersimpangan dua sungai, cabang di sebelah kanan menuju ke hulu Sungai Matan yang pada masa sebelumnya berdiri kerajaan Matan yang akhirnya membagi kekuasannya menjadi kerajaan Matan Kayong dan Kerajaan Simpang Matan

Sedangkan cabang sebelah kiri saat itu di sebut sebagai  Sungai Sidau atau sungai sijo, yang saat ini menuju desa Lubuk Batu.

Nama SIMPANG juga sering di sebut sebagai kerajaan simpang matan, karena dalam kronik sejarahnya merupakan turunan dari kerajaan matan.  Kerajaan Simpang memang tidak jauh dari Kerajaan Matan, hanya beberapa jam perjalanan mudik dari Simpang sampailah ke Matan.

Dalam peta tahun 1944 ini,  memuat wilayah simpang dan sukadana, dari wilayah pesisir di mulai dari daerah melingsum hingga berakhir di perbatasan sungai paduan. Sedangkan wilayah hulu sebelah utara berbatasan dengan kubu dan timur laut berbatasan dengan kerajaan tayan.

Dalam peta wilayah simpang pada masa lalu, kita akan coba menyusuri sepanjang sungai simpang, dimana dalam penanda  peta tersebut terdapat beberapa keterangan baik nama tempat ataupun penanda yang lain.

Terlebih dahulu kita akan mencoba mengenali tanda tersebut melewati keterangan peta yang ada di bawahnya. Di antaranya adalah penanda garis merah tebal adalah jalan utama, garis merah tipis jalan alternatif, jalan kuda, jalan yang sedang di bangun dan lain lain.

Dalam keterangan peta juga terdapat Penanda pemukiman masyarakat yang di tandai dengan bentuk kotak hitam dan putih yang di huni oleh masyarakat melayu, dayak dan cina.

Juga keterangan keterangan lain seperti, Hutan, kebun, lahan pertanian, dan tempat tempat umum lainnya.

Sedangkan kode kode pada peta seperti kode As, GH, PH , BT, KG, BTG , MC, dan lain lain juga di jelaskan dalam glossary atau kamus kata kata sukar di dalam peta tersebut.

Dengan demikian kita akan lebih mudah mengidentfikasi nama tempat serta wilayah pada masa itu .

Terlebih dahulu kita akan melihat peta tahun 1944 dengan peta google map pada tahun 2020, mari kita bandingkan dan lihat secara seksama.

Yang pertama kita akan mencoba masuk melewati muara sungai simpang, dari sebelah kiri terlihat nama nipah kuning dengan penanda pemukiman warganya yang ada di tepi laut, kemudian nama pemangkat, sungai kecil, sungai penikor besar, pulau kumbang, pelandjing,  Djambu atau sungau jambu, teluk melano dan sungai melano.

lukisan simpang oleh louis henri wilhelmus merkus de stuers 1823

Yang menarik adalah  setiap nama tempat tersebut rata rata selalau di akhirnya   dengan kode M. Kode M di maksud di sini seperti yang ada dalam keterangan pada peta adalah untuk mengindikasikan perkampungan suku, yakni seperti  melayu yang di tandai dengan huru M, jika dayak adalah D dan china adalah C. Namun jika ada beberapa penduduk yang hidup membaur dalam satu tempat maka kodenya akan bersambung seperti kode MC yang terlihat ada di beberapa tempat, hal ini mengindikasikan bahwa di tempat tersebut hidup suku melayu dan china secara bersama sama.

Di teluk melano sendiri pada masa itu masih sangat sedikit penghuni atau masyarakat yang bermukim, mereka cenderung berkelompok kelompok dan hidup di sepanjang sungai simpang dari hilir hingga ke hulu.

Berbeda dengan kondisi sekarang, jika dulu di teluk melano pada tahun itu hanya ada beberpa kelompok pemukiman seperti yanng ada dalam penanda pada peta tersebut, maka saat ini dari mulai tepi sungai hingga ke darat sudah di padati dengan pemukiman penduduk, hal ini dapat terlihat dari citra satelit yang tampak pada saat ini.

Sedangkan di sebelah kanan muara sungai simpang pada masa dahulu,  terdapat nama dalam peta yakni sungai rantau panjang. Namun  saat gorge muller masuk ke sungai tersebut pada tahun 1822 ia masih menyebutnya sebagai sungai melija atau mulia, di duga karena pergesaran peradaban sehingga nama sungai tersebut berubah mengikuti nama tempat.

peta Borneo 1855-joseph-hutchins-colton

Di sepanjang sungai rantau panjang tersebut juga terlihat banyak pemukiman penduduk, saat itu mereka lebih cenderung mengikuti alur sungai, sebab kala itu sungai memang sebagai akses utama dari masyarakat, sedangkan jalan yang di tandai sebagai warna merah  masih  di anggap belum begitu penting sebagai akses tranportasi.

Nama nama tempat di sekitar sungai rantau panjang yang ada dalam peta tersebut adalah, dungun karoe, kwala melija, teluk berkat, sungai lalau, mentubang dan seterusnya.

Kemudian kita kembali menuju kehulu sungai simpang, di atas teluk melano terdapat nama tanjung bundung, rangkap, sungai pinang, batu barat, sungai pinong , sungai mata mata , kubang dan berakhir di Simpang dengan penanda khusus PH dengan lambang bintang.

Dari muara sungai  hingga ke simpang terlihat jelas penanda pemukiman masyarakat yang hidup di sepanjang sungai simpang di masa itu.

Namun yang menarik di simpang adalah kode PH dengan lambang bintang. Berdasarkan keterangan dalam peta, kode PH adalah singkatan dari panembahan, dengan tanda bintang, artinya adalah pusat atau kerajaan untuk mengendalikan kekuasaan.  Hal ini memang agak kontradiktif dengan fakta sejarah yang lazim kita simak, bahwa pada tahun 1912 pusat kerajaan simpang sudah berubah posisi di teluk melano, namun bisa saja bahwa pada masa itu bahwa keraton kerajaan masih berada di hulu simpang dan yang baru juga ada di teluk melano. Serta beberapa kemungkinan yang lain.

Indonesia, Borneo, Soekadana, 1944 sumber australian universty

Jika di lihat dari angka tahunnya, pada tahun 1944 kerajaan simpang pada masa itu telah mengalami vakum of power, yakni terjadinya kekosongan kepemimpinan dikarenakan raja gusti mesir dan ayahndanya gusti roem serta kerabat dan satu warga sipil menjadi korban fasisme jepang di mandor.

Sebagai pengganti sementara saat itu adalah gusti mahmud, yakni seorang mantri tani yang menggantikan raja untuk sementara sambil menunggu putra mahkota dari gusti mesir yang saat itu masih kecil.

Kembali pada peta, di dekat Keraton simpang di hulu terdapat kode AS, memang secara spesifik di dalam keterangan peta tidak di sebutkan langsung secara bersamaan, akan tetapi dari gabungan kata A dan S dapat di artikan bahhwa AS adalah  penanda dari kantor asisten residen, hal ini sama dengan apa yang ada di Sukadana kode As dekat dengan kode PH yang berati panembahan dan kode GH yang berarti ghazebber atau kantor Belanda, namun kode AS ini perlu di telusuri lebih lanjut melewati riset di lapangan atau literatur yang lainnya.

Jika ke arah hulu  ke matan kita akan bertemu dengan nama nama tempat yang sebagian besar saat ini sudah banyak tidak di pakai lagi. Namun setidaknya dari peta simpang pada tahun 1944 tersebut kita sudah dapat membayangkan seperti apa masa lalu di  kerajaan simpang pada masa itu.

Jika kita melihat data yang di sajikan oleh von de woll pada tahun 1855 mengenai perdagangan yang ada di kerajaan simpang dan matan, terlihat secara jelas bahwa perdagangan yang di lakukan saat itu memiliki bobot yang bukan kaleng kaleng, artinya perdagangan yang mereka lakukan di masa itu memiliki hubungan yang sangat luas dari mulai pulau pulau di nusantara hingga ke manca negara.

Jika di lihat dengan seksama memang kondisi masa lalu dan masa kini telah jauh berubah, dari peradaban yang bermula di tepian sungai menjadi peradan yang berekspansi ke daratan, tentu hal ini membuat banyak perubahan dari berbagai aspek terutama sosial dan budaya.

Pergeseran peradaban tersebut tidak dapat di pungkiri sebab semakin hari manusia di tuntut untuk mengikuti perkembangan zaman, laju tekhnologi serta mobilitas  dan tuntutan hidup adalah faktor utama evolusi sebuah peradaban. Maka tidak heran jika di sepanjang sungai simpang dan skeitarnya pada saat ini terdapat banyak temuan berupa benda arkheologis serta banyak kisah kisah yang ada di dalamnya karena di masa lampau  peradaban manusia bertumpu pada kehidupan sungai.

Demikianlah pembahasan kami kali ini semoga bermanfaat bagi kita semua mohon maaf atas segala kekurangan, terima kasih sampai jumpa dan salam budaya.

MIFTAHUL HUDA 
















Posting Komentar

0 Komentar