Ticker

6/recent/ticker-posts

Sejarah dan Asal Usul Dayak Simpang

  Oleh: Muhammad Mahud 

Dayak Simpakng  adalah salah satu sub suku Dayak yang umumnya bermukim di Kecamatan Simpang Hulu dan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang. Sebagian lagi mereka juga terdapat di perbatasan wilayah Kabupaten Ketapang dan kayong utara serta Kabupaten Sanggau, tepatnya di sepanjang daerah, aliran Sungai Banjur, bukang,  Semandang,  Kualatn, selantak , gerai, laur, kembere, dan sekitarnya.

Berdasarkan cerita tutur bahwa , kelompok etnis Dayak Simpakng berasal dari kampung Tambak  Rawang di Sukadana yang berpindah ke Tanah Simpakng atau Banua Simpakng.

Sebuah Legenda  mengisahkan tentang asal mula Dayak Simpakng mereka  berasal dari keturunan  Dayang Putung  (atau Puteri Junjung ) .

Dayakng Putung dipercaya sebagai puteri  dari Raja Ulu Air?,  yang pernah berdaulat di hulu Sungai Krio. Sewaktu masih bayi, ia dihanyutkan ayahnya dan ditemukan oleh seorang kakek yang bernama Siak Bahulun.

Dayakng Putung ini akhirnya dirawat oleh siak bahulun yang menemukannya, lalu menjelma menjadi puteri yang  cantik jelita di  Tanah Kayong.  

dayak matahri mati dan hidup (Von de wall)

 
Kecantikan Dayakng Putung berhasil memikat hati Prabu Jaya, yakni pangeran dari  Kerajaan Majapahit, yang pernah datang ke Sukadana sebagai ibu kota Kerajaan Tanjungpura di masa itu.

Lalu menikahlah mereka, sehingga dalam perjalanan waktu yang tidak sedikit, kelak menurunkan beberapa sub suku Dayak serta melayu, yang  juga di kenal sebagai orang laut dan orang darat.

Jika dalam catatan Von de wall 1862, ada klasifikasi penyebutan bagi orang orang pribumi, seperti, mambal atau orang bukit, siring, Kaum, Priyayi, Orang bumi, dan oelor, mereka masuk dalam dua kelompok besar yakni Dayak matahari hidup, dan Dayak matahari mati.

Dayak matahari mati menrut de wall, diam di sepanjang sungai pawan hingga kehulu, sedangkan Dayak matahari hidup ada di bawah naunagan kerajaan Tanjung Pura Era Sukadana.

Kemduian dalam perkembangannya mereka selanjutnya pergi menghulu dan menjadi bagian dari rumpun melayu dan Dayak  simpang. 

pembagian dayak menurut tulisan von de wall abad 19

 Dalam Teks aslinya yang di terjemahkan dari catatan dewall 1862 adalah sebagai berikut :

pada masa kejayaan Kerajaan Sukadana, penduduk terdiri dari dua bagian utama: yakni Dayak dan pemukim Jawa serta pendatang sebagai pengikut muhammad atau yang maksudnya adalah beragama islam.

Sedangkan Dajak dibagi menjadi dua kelompok besar yakni Dajak matahari hidoep dan dajak matahari mati, dan yang mengikuti ajaran muhammad menjadi empat suku yakni  Mambal, Siring, Kaum dan Prijahi.

Berdasarkan dari catatan tersebut, wajar apabila Melayu dan Dayak sering di katakan jika mereka adalah saudara atau kakak beradik. Ternyata berdasarkan catatan tersebut akar mereka adalah sama.

Adanya perubahan politik di Kerajaan Tanjung Pura era Sukadana dan menyebarnya agama Islam membuat Orang Dayak matahari hidup kemudian bermigrasi secara besar-besaran ke daerah simpang.

Secara historis nama Simpang di ambil dari  percabangan dua sungai sebelah kiri menuju sungai siduai atau sijo atau sekarang sungai lubuk batu, dan sebelah kanan menuju sungai matan. Selanjutnya mereka berdiam dan berkembang beratus ratus tahun hingga ke kampung  perhuluan, orang Dayak lazim meneyebutnya sebagai Banua Simpang. 

kampung mlayu dan dayak Simpang ( De wall)
 Beberapa alasan perpindahan mereka  adalah pertimbangan keamanan, dan ketertarikan akan potensi alam di Banua Simpakng,

Dalam proses perpindahan dari Tambak rawang Sukadana, dikisahkan mereka di pimpin oleh seseorang yang bernama Mangku Lurah (pemimpin suku Dayak Simpakng pada masa itu).

Mangku Lurah itu memutuskan untuk mengajak semua rakyatnya pindah ke Banua Simpakng. Migrasi mereka lakukan dengan mengendarai perahu besar menyusuri Sungai simpang, hingga Semendang dan lain sebagainya. Rombongan tersebut sempat membangun pusat permukiman di kampung yang mereka lewati, dan selanjutnya menyebar ke beberapa tempat.

Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa orang Dayak Simpakng dahulunya pernah tinggal di daerah Sukadana adalah penuturan dari  salah seorang tokoh Agama dan adat yakni Pak Imam Norman. Ia menuturkan jika dahulunya  orang Dayak pernah bertempat tinggal di tambak rawang dan  sekitarnya . 

Lukisan pemukiman simpang abad 18 x

Menurut pak Imam Nurman melalui catatanya  ia menyatakan , apabila yang memperkuat adanya pemukiman Dayak di masa lalu, adalah adanya tiang jurung yang masih ada di hutan Tambak Rawang serta temuan arkheologis lainnya.

Hal tersebut juga diperkuat dengan adanya  Gua Nek Takun,  yakni sebuah gua yang dianggap keramat yang terletak di Sukadana, yang juga di akui oleh masyarakat Dayak simpang sebagai nenek moyan mereka.

Pada akhir abad ke 17 masyarakat Dayak simpangk hidup di bawah naungan kerajaan simpang yang pada masa berpusat di percabangan sungai simpang matan, saat ini masuk wilayah desa Matan Kabupaten Kayong Utara.

Dalam manuskrip yang di tulis oleh G. Muller pada tahun 1822, Masyarakat Dayak simpang hidup saling berdampingan dengan kelompok masyarakat melayu. Bahkan salah satu bentuk ketaatanya dengan raja,  masyarakat Dayak simpang membangunkan sebuah masjid di dekat keraton simpang pada tahun 1815 masehi, di masa Panembahan Anom Suryaningrat atau Gusti Mahmud, yakni raja ke dua di kerajaan simpang dari tahun 1815 hingga 1845 masehi. 

NARASUM NORMAN BIN USMAN bersama ( Isya Fahruzi baju putih & Miftahul Huda baju merah)

 Bahkan sleanjutnya di tahun 1915 di saat perang belangkaet meletus, pasukan kerajaan simpang bersatu dengan Dayak untuk memerangi penjajahan belanda di karenakan penolakan mereka terhadap kebijakan Belanda yang memberatkan rakyat.

Dari sejarah dan perjalanan dayak simpang, sebuah pelajaran berharga yang dapat kita ambil adalah, bahwa melayu dan dayak di tanah kayong khususnya berasal dari akar yang sama, mereka hidpu saling berdampingan di masa lalu tanpa ada perbedaan suku maupun agama, jauh hari sebelum istilah bhineka tunggal ika itu muncul mereka sudah menerapkannya terlebih dahulu. 

dayak simpang tahun 2004

  Berdasarkan karakteristiknya bahasa Dayak Simpakng dapat dibagi ke dalam 4 dialek, di antaranya adalah sebagai berikut :

1)     Dialek Banjur.

Subsuku Dayak Simpakng yang bertutur dialek Banyur atau Banjur bermukim di sepanjang Sungai Banjur yang memanjang dari utara hingga ke selatan, maupun di kampung-kampung sekitarnya.

Kampung-kampung tersebut adalah Kampung Simpang Dua, Selantak, Bukang, Banjur, Karab, Sebori, Pemocah, Pantan, Kemora, Merangin, Mentawak Biring, Lembawang, Natai Kruing, Sekatap, dan sekiarnya.

2)     Dialek Kualatn.

Penutur bahasa Simpakng berdialek Kualatn bermukim di sepanjang Sungai Kualatn.  Orang-orang yang bermukim di bagian hulu Sungai Kualatn, terutama di Kampung Loko dan Botong, memiliki perbedaan dialek dengan para penutur dialek bahasa Kualatn yang bermukim di bagian tengah.

Dialek di bagian hulu sungai tersebut terdengar lebih lantang dan cepat. Bahkan, beberapa kosakata dalam dialek Kualatn yang terdapat di kedua kampung ini gaya pengucapannya dipengaruhi oleh bahasa Dayak Desa dan bahasa Kancikng yang berbatasan langsung dengan kedua kampung ini.

3)      Dialek Semanakng.

Dikenal pula dengan istilah dialek Semandang. Penutur awalnya bermukim di sepanjang Sungai Semanakng dan sekitarnya. Dalam perkembangannya, dialek Semanakng dituturkan pula oleh orang-orang yang bermukim di perkampungan yang jauh dari Sungai Semanakng, seperti Kampung Sie Mara, Kenanga, Sei Nibung, Pergung, Kesio, Pantong, Setutuh, Legong, Taga, Paser, Tolus, Selangkut, Kek Lipur, Deraman, Sei Tontong dan Selirang. Jumlah penuturnya sekitar 7.749 jiwa.

4)     Dialek Sajan.

Dialek Sajan sering kali dinamai oleh masyarakat sekitar sebagai bahasa Saje dan Baram. Kelompok orang Sajan tergolong kecil, baik dari segi jumlah maupun wilayah penyebarannya. Dialek Sajan kadang menjadi bahan kelakar bagi para penutur bahasa Simpakng berdialek lain karena keunikannya.

Hal ini dalam batas tertentu berakibat pada keengganan generasi muda untuk berkomunikasi dalam bahasa Simpakng berdialek Sajan.

Penutur bahasa ini hanya bermukim di 2 wilayah kampung, yaitu Kampung Baram dan Tanjung Maju. Baram terletak di Kec. Simpang Hulu, sedangkan Tanjung Maju secara administratif berada di Kec. Laur.  

Pada dasarnya keempat dialek bahasa Simpakng yang dipaparkan di atas memiliki hubungan yang sangat dekat satu sama lain. Para penutur bahasa Simpakng berdialek Banyur, Kualatn dan Semanakng tidak akan mengalami kesulitan untuk saling berkomunikasi di antara mereka, meskipun mereka juga bisa saling mengidentifikasi jika lawan bicaranya memiliki perbedaan dialek bahasa.

Demikianlah sajian kami mengenai Dayak Simpang, mohon maaf apabila masih banyak kekurnagan, untuk kisah sejarah berikutnya anda dapat menyaksikannya di cahnel kayong TV. Sampai jumpa dan salam budaya.  

MIFTAHUL HUDA - M MAHUD ( di himpun dari berbagai sumber ) 


 

Posting Komentar

0 Komentar