Ticker

6/recent/ticker-posts

3 Makam Ulama Kerajaan Tanjungpura Kuno Abad 15 Di Pulau Datok Sukadana Telah ditemukan

 

Penyebaran Islam ke Sukadana di mulai pada abad ke 15 

Manuskrip dan bukti arkeologis yang terdapat di Makam Keramat Pulau Datok, Di Duga ulama yang dimakamkan disana adalah utusan dari Sunan Giri yang pada masa itu juga mengirimkan ulamanya ke Kesultanan Banjar, Sumbawa, dan sekitarnya termasuk ke Sukadana.

Pada masa sebelumnya sebelum Sunan Giri mengirim para muridnya untuk berdakwah di Sukadana, Sunan Ampel yakni guru dari sunan giri sudah terlebih dahulu berdakwah di Sukadana.  (sumber :  buku Atlas Wali Sanga dan G Muller 1822 )   

ULASAN

Makam Keramat  Pulau Datok berada di depan  Pantai Pulau DatokDesa Sutera, Kecamatan Sukadana. Berjarak lebih kurang 100 meter dari bibir pantai  Tanjung Kerenut (nama lama),  dan dipisahkan oleh selat  Pulau Datok  . Untuk sampai di makam  keramat ini bisa menggunakan perahu kecilMasyarakat setempat sering menyebut makam datok. Entah  bagaimana ceritanya, nama Pulau  Datok disematkan pada pantai tersebut.


Berdasarkan sumber yang informasinya masih mendekati sumber primer,  yaitu  Imam Udin  76 ), warga  Tanah Merah Sukadana. Beliau pernah mendengar  penuturan dari  datoknya  dahulu,  bahwa makam di Pulau Datok tersebut adalah makam orang  -  orang  syarief. Orang syarief yang dimaksud  beliau  adalah para ulama. 

Dalam sumber  Eropa,  yang dicatat oleh  G. Muler  yang pernah datang ke Sukadana tahun 1822,  dia menyebut makam tersebut  adalah  makam  Syeh Muhammad, Syeh Ali dan Syeh Husein. Muller menyebut  makam  di Pulau Datok tersebut,  adalah  makam  para pemuka   dan penyebar  agama Islam.

Jika dihubungkan dengan keterangan sumber primer di atas,  terdapat tiga tokoh yang di makamkan di Pualau Datok.   Sedangkan kondisi nisan saat ini hanya tinggal 2  makam  saja. Menurut keterangan warga sekitar, nisan di makam tersebut pernah dicuri Wajar,  jika  kondisi makam  sudah  tidak utuh lagi.

Berdasarkan dari lambang purnama sidhi yang ditemukan pada satu nisan yang bertipe Demak Tralaya tersebut, dapat dijelaskan bahwa orang yang dimakamkan di Pulau Datok tersebut benar-benar seorang ulama. Sebagaimana lambang purnama sidhi yang juga terdapat pada makam para ulama ditempat lain. 

Dilihat dari jenis nisan Demak Tralaya tersebut, diperkirakan nisan dengan corak seperti ini berkembang pada abad ke 15 – 16 Masehi. Maka dimungkinkan setelah dakwah Sunan Ampel, kemudian Sunan Giri mendirikan Giri Kedaton dan berkolaborasi dengan Sultan Fatah raja Demak Bintara. Hal ini dimaksudkan untuk melanjutkan dakwah berikutnya hingga sampai ke Sukadana.

Salah satu dakwah yang dilakukan oleh Sunan Giri bersama Sultan Fatah saat itu melalui jalur politik, yakni dengan cara menjadikan Giri Kedaton sebagai tempat legitimasi bagi raja raja muslim dengan gelar Sultan. Legitimasi ini dilakukan terhadap semua raja raja senusantara pada masa itu, tak terkecuali dengan raja Tanjungpura era Sukadana, yang pertama kali mendapat gelar sultan dari Sunan Giri yakni Karang Tanjung.

Raja Karang Tanjung mendapat gelar Sultan Ali Aliuddin, selanjutnya raja raja setelahnya bergelar sultan hingga terakhir pada masa Gusti Asma dengan gelar Sultan Muhammad Jamaluddin.  

Yang menarik,  di sekitar areal makam banyak dijumpai fragmen keramik kuno lintas peradabanDitemukan juga  gerabah,  genting  dan  fragmen bata merah. Jika dilihat  secara seksama dari beberapa fragmen bata merah dan genteng, tampak ada perubahan signifikan dari makam tersebutTerutama cungkup  yang ada saat ini sudah bergantiDemikian juga dengan  jirat  makam , sudah berubah.

Namun dari jejak arkhelogis yang ada makam tersebut  masih ada, dan  sangat tua. Hal ini bisa dilihat dari temuan pecahan keramik,  genteng,  bata  merah yang khas era  majapahitan  . Misalnya, ditemukan bata merah dengan ukuran lebar 13 cm, tebal 5 cm dan panjang tidak utuh lagi. Bata ini ada kemiripannya dengan komplek makam Tok Mangku. Dengan demikian makam tersebut sudah ada sejak masa kerajaan  Tanjungpura  era  Sukadana  . MIFTAHUL HUDA 

Penulis  : ISYA FACHRUDI  

Visual   : MIFTAHUL HUDA 

Sketsa  : HASANAN







 


Posting Komentar

0 Komentar