Penyebaran Islam ke Sukadana di mulai pada abad ke 15 |
Makam Keramat Pulau Datok berada di depan Pantai Pulau Datok, Desa Sutera, Kecamatan Sukadana. Berjarak lebih kurang 100 meter dari bibir pantai Tanjung Kerenut (nama lama), dan dipisahkan oleh selat Pulau Datok . Untuk sampai di makam keramat ini, bisa menggunakan perahu kecil. Masyarakat setempat sering menyebut makam datok. Entah bagaimana ceritanya, nama Pulau Datok disematkan pada pantai tersebut.
Berdasarkan sumber yang informasinya masih mendekati sumber primer, yaitu Imam Udin ( 76 ), warga Tanah Merah Sukadana. Beliau pernah mendengar penuturan dari datoknya dahulu, bahwa makam di Pulau Datok tersebut adalah makam orang - orang syarief. Orang syarief yang dimaksud beliau adalah para ulama.
Dalam sumber Eropa, yang dicatat oleh G. Muler yang pernah datang ke Sukadana tahun 1822, dia menyebut makam tersebut adalah makam Syeh Muhammad, Syeh Ali dan Syeh Husein. Muller menyebut makam di Pulau Datok tersebut, adalah makam para pemuka dan penyebar agama Islam.
Jika dihubungkan dengan keterangan sumber primer di atas, terdapat tiga tokoh yang di makamkan di Pualau Datok. Sedangkan kondisi nisan saat ini hanya tinggal 2 makam saja. Menurut keterangan warga sekitar, nisan di makam tersebut pernah dicuri . Wajar, jika kondisi makam sudah tidak utuh lagi.
Berdasarkan dari lambang purnama sidhi yang ditemukan pada satu nisan yang bertipe Demak Tralaya tersebut, dapat dijelaskan bahwa orang yang dimakamkan di Pulau Datok tersebut benar-benar seorang ulama. Sebagaimana lambang purnama sidhi yang juga terdapat pada makam para ulama ditempat lain.
Dilihat dari jenis nisan Demak Tralaya tersebut, diperkirakan nisan dengan corak seperti ini berkembang pada abad ke 15 – 16 Masehi. Maka dimungkinkan setelah dakwah Sunan Ampel, kemudian Sunan Giri mendirikan Giri Kedaton dan berkolaborasi dengan Sultan Fatah raja Demak Bintara. Hal ini dimaksudkan untuk melanjutkan dakwah berikutnya hingga sampai ke Sukadana.
Salah satu dakwah yang dilakukan oleh Sunan Giri bersama Sultan Fatah saat itu melalui jalur politik, yakni dengan cara menjadikan Giri Kedaton sebagai tempat legitimasi bagi raja raja muslim dengan gelar Sultan. Legitimasi ini dilakukan terhadap semua raja raja senusantara pada masa itu, tak terkecuali dengan raja Tanjungpura era Sukadana, yang pertama kali mendapat gelar sultan dari Sunan Giri yakni Karang Tanjung.
Raja Karang Tanjung mendapat gelar Sultan Ali Aliuddin, selanjutnya raja raja setelahnya bergelar sultan hingga terakhir pada masa Gusti Asma dengan gelar Sultan Muhammad Jamaluddin.
Yang menarik, di sekitar areal makam banyak dijumpai fragmen keramik kuno lintas peradaban. Ditemukan juga gerabah, genting dan fragmen bata merah. Jika dilihat secara seksama dari beberapa fragmen bata merah dan genteng, tampak ada perubahan signifikan dari makam tersebut. Terutama cungkup yang ada saat ini sudah berganti. Demikian juga dengan jirat makam , sudah berubah.
Namun dari jejak arkhelogis yang ada makam tersebut masih ada, dan sangat tua. Hal ini bisa dilihat dari temuan pecahan keramik, genteng, bata merah yang khas era majapahitan . Misalnya, ditemukan bata merah dengan ukuran lebar 13 cm, tebal 5 cm dan panjang tidak utuh lagi. Bata ini ada kemiripannya dengan komplek makam Tok Mangku. Dengan demikian makam tersebut sudah ada sejak masa kerajaan Tanjungpura era Sukadana . MIFTAHUL HUDA
Penulis : ISYA FACHRUDI Visual : MIFTAHUL HUDA Sketsa : HASANAN
|
0 Komentar