Ticker

6/recent/ticker-posts

Sejarah H. Abah Rahmat ! Sosok Maestro Mendu Melayu Simpang Yang Tak Tergantikan

 Oleh : Miftahul Huda 

Foto abah Rahmat (kiri) saat masih muda 

Mendu adalah seni  melayu klasik  lalu yang menggabungkan antara   Lakon, Tari, syair dan Musik.   saat ini Mendu bisa di persamakan dengan seni teater moderen.  Kesenian mendu ini sudah sangat langka termasuk di Kabupaten Kayong Utara, dan terakhir di mainkan pada tahun 1994 (zaman Ketapang), setelah itu tidak pernah ada lagi hingga kini.

Kayong utara pada masa lampau memiliki dua kerajaan yakni Kerajaan Sukadana dan Kerajaan Matan dan Simpang Matan, dari kedua kerajaan tersebut memiliki tinggalan berupa adat  istiadat serta kebudayaan lainnya, salah satunya adalah Mendu.

Mendu adalah Salah satu peninggalan seni tradisi yang di wariskan dari kerajaan Simpang. Walau gaungnya saat ini sudah redup namun semangat seni Mendu masih ada pada sosok Abah rahmat hingga akhir hayatnya yang meninggal pada usia 79 tahun, dan di Makamkan Di Sungai Paduan Kecamatan Teluk Batang.

Menurt Penuturan Abah Rahmat sebagai Sang maestro, kesenian mendu sudah ada sejak zaman kerajaan Simpang Matan.  Namun yang ia ingat adalah cerita tutur dari guru mendunya yang bernama Pak Uning Mat Lahir yang merupakan pelestari mendu di tanah Simpang pada tahun 1960an. Pak Uning mat lahir bercerita bahwa ia mendapatkan ilmu mendu dari Ali Kahar, dan Ali Kahar mendapatkannya dari Ali Buaya yang datang dari Malaysia ke Negeri Simpang pada tahun 1911, namun sebelum ali Buaya datang seni Mendu juga sudah ada.

Namun dari merekalah Abah rahmat muda saat itu mendapatkan Ilmu mendu dan menggelutinya selama puluhan tahun. Dari satu pentas ke pentas yang lain Abah Rahmat bersama dengan grup mendunya sering di undang oleh orang yang memiliki Hajatan pernikahan atau pun acara acara pemerintah.

Menurut Tengku Mochtar (84 tahun) asal Sukadana, yang juga seorang pensiunan pegawai pemerintah di masa orde baru. Ia bercerita  mengenai  kedekatannya dengan kelompok seni mendu yang ada di daerah, sebab pada masa itu Mendu juga menjadi salh satu media bagi pemerintah untuk menyampaikan pesan pesan pada masyarakat, misalnya saja pesan tentang program Pembangunan, Keluarga berencana dan lain lain.

Menurut Tengku Mochtar, ada beberapa grup mendu pada saat itu seperti di Tambak Rawang, mentubang, Rantau Panjang, Nipah kuning, dan Sungai paduan. Ia kerap melakukan komunikasi dengan mereka pada saat itu, terutama menjelang moment moment acara peringatan kemerdekaan atau hari besar lainnya.

Seni Mendu mulai redup ketika masuk seni pertunjukan yang lebih moderen yakni Sandiwara, kemudian hiburan musik serta hiburan lainnya yang semakin banyak berkembang. Terkahir kali pada tahun 1994 Abah rahmat bersama grup mendunya melakukan pementasan di Tanjung satai, setelah itu ia tidak pernah kembali mentas.

Sangat wajar apabila Abah rahmat di gelari sebagai sang maestro mendu, sebab ia menguasai mendu dari mulai main semua alat musik, bersyair, berlakon, tari dan menyusun naskah atau cerita yang akan di bawakan. Namun sangat di sayangkan hingga saat ini khususnya di Kabupaten Kayong Utara belum ada yang mewarisi kiprah dari H. Abah rahmat ini.


 Menurut Imam Norman yang tinggal di Sukadana dan pernah menjadi pemain mendu serta berjumpa dengan Abah Rahmat menceritakan, jika dalam bermain Mendu Abah rahmat adalah sosok yang serba bisa terlebih lebih dalam berakting, ia adalah sosok ator yang totalitas dalam bermain. Sehingga sering kali  orang yang menoton juga ikut terhanyut, sebab pembawaan Abah rahmat sebagai seorang aktor yang sangat menjiwai perannya. demikian pengakuan dari Pak Imam Norman asal Sukadana Dusun Tambak rawang yang pernah menjadi rekannya.

Meskipun dengan kondisi yang semakin sulit, H Abah rahmat tidak pernah melupakan bagaimna ia berperan dalam kesenian mendu tersebut, bahkan di masa tuanya ia sempat mengajar pada anak anak SMP/ SMA, namun sayangnya hal tersebut tidak terwujud hingga mentas sebab berbagai keterbatasan.

Ia ingin sekali kelak ada yang meneruskan dan mewarisi kesenian tradisional mendu tersebut. Sebab dengan mencintai serta merawat seni tradisi mendu ini menurutnya banyak pelajaran yang bisa di petik, seperti pelajaran budi pekerti, sejarah, sastra, tari, dan masih banyak lagi hal hal yang lain.

Semasa hidupnya beliau  ingin sekali mewariskan seni Mendu, sebab ia khawatr apabila nanti sudah tidak ada, kelak sseni mendu tidak ada lagi yang bisa meneruskan, sebab itulah ia sangat menyayangkannya.

Selain di kenal sebagai maestro mendu Abah Rahmat semasa hidupnya juga sebagai Tokoh Masyarakat dan Agama, orangnya ramah gemar membantu dan tanpa pamrih mengabdikan dirinya di masyarakat.

Raden Jamahari salah seorang seniman dan budayawan asal tanah Simpang mengungkapkan apabila Abah Rahmat adalah sosok yang sangat bersahaja dan tak tergantikan, ilmu Abah rahmat sangat dalam mengenai soal budaya dan seni. Ia sering sowan pada abah Rahmat untuk meminta wejangan serta pengalaman pengalaman yang pernah di lalui oleh abah rahmat.

Raden Jamahari sendiri selama ini juga belajar pada abah Rahmat mengenai mendu, sebab ia memiliki mimpi agar bisa menghidupkan kembali kesenian tersebut.

Adapun  Mendu melayu Simpang yang asli menurut abah rahmat dapat di bagi menjadi beberapa kriteriia yakni sebagai berikut  :

  1. DARI SISI CERITA yakni masih membawa cerita cerita kerajaan, salah satunya kisah kerajaan Tanjung pura yang terdiri dari beberapa episode, misalnya episode INDRA JAYA SAKTI terdiri dari tiga episode, kemduian kisah DANDAN INTAN SETIA juga ada beberapa episode, lalu SITI ZUBAIDAH dan lain lain, yang mana kisah tersebut masih asli dari mendu simpang di masa lalu.

Dari sisi kesejarahan dan tutur mendu saat itu ikit menyumbang untuk keabadian dokumentasi sejarah sehingga membantu perkembangan masa kini .

  • DARI SISI PERAN atau lakon mendu saat itu cukup unik dimana setiap Lakon memiliki pakem ( standard baku) yang sudah di atur misalnya saat raja akan keluar tampil , ada syair syair khsuus
  • yang di bacakan untuk menyambut raja yang di sebut senandung / Ladon, abah rahmat menyebutnya “ beladon”, dimana saat beladon ini antara abdi dalam dan raja seakan sakan saling bersahut.

Nilai yang dapat kita ambil dari “beladon” ini ada sebuah kesyahduan  akan masa lalu yang menggambarkan sebuah kearifan mengenai sebuah tatanan yang tentran dan tenang serta damai, penuh kesopanan dan etika moral serta bahasa santun yang tinggi. Selain itu dalam beladon ini memuat bahasa sastra dan seni yang tinggi sehingga walau orang awam sulit memahami namun akan hanyut di dalam syair syairnya.

Setiap syair dalam Beladon ini memiliki arti dan peruntukkan yang berbeda beda, misal untuk raja, perdana menteri, patih, hulubalang dan lain lain.

Akhir setiap syair adalah dialog yang di ungkapkan dengan bahasa sastra yang lugas dan jelas sebagaimana tutur masa lampau.

  • DARI SISI ILUSTRASI MUSIK, ilustrasi musik yang di gunakan menggunakan musik live berupa alat tradisi, mislanya rebab, gendang, gong, tetawak, dan kenong serta biola, semua masih bisa di mainkan oleh Abah rahmat yang dalam seni mendu kuno tersebut adalah multi talenta.

. (MIFTAHUL HUDA )

 

Posting Komentar

0 Komentar