Oleh : M. Ilham
Para pembaca yang budiman, pada kali ini kita akan memecahkan sebuah misteri serta pertanyaan besar tentang mengapa ibu kota privinsi di kalimantan barat adalah Pontianak, bukankah pontinak merupakan kota termuda di pulau boneo yangbaru muncul di abad ke 18, sedangkan sebelumnya sudah ada beberapa kota yang lebih maju dimasanya, dan menjadi pusat peradaban yang tertua di pulau borneo di abad ke 14 hingga 17 masehi.
Pembahasan kali ini merujuk pada sudut pandang sejarah di masa lampau, berdasarkan dari beberapa catatan eropa seperti gorge Muller, Pj Vert, Cl Blume dan sumber yang lainnya.
Namun yang perlu di garis bawahi bahwa pembahasan ini merupakan sebuah wacana sejarah yang bertujuan untuk memperkaya rerfernsi guna memperkaya khazanah dan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesejarahan dan budaya. selamat menikmati.
Pontianak menjadi sebuah ibu kota provinsi tentunya tidak serta merta begitu saja, ada sebuah proses panjang yang menyertainya pada masa masa sebelumnya. Namun Pertanyaan yang mendasar dan cukup sederhana yakni mengapa Pontianak menjadi ibu kota provinsi Kalimantan Barat manakala indonesia merdeka ?.
Jawaban yang simpel adalah pada era tahun 1940 an Pontianak merupakan sebuah kota atau bandar yang paling ramai di masa itu, sehingga di anggap layak menjadi ibu kota sebuah provinsi di kalimantan barat hingga saat ini, namun sebelum pontianak ternyata ada sebuah daerah yang dahulunya merupakan sebuha kota yang terlebih dahulu dan selama berabad abad lamanya menjadi sebuah bandar yang paling ramai hingga ke manca negara yang sebetulnya lebih layak menjadi ibu kota sebuah provinsi jika tidak terjadi beberapa peristiwa penting di dalamnya dimana dan apa nama kota tersebut ?., untuk mengetahui lebih lanjut mari kita ikuti pembahasan kali dalam serial ulasan dan wacana sejarah yang kami rangkum dari beberapa catatan eropa di mas lampau.
Kembali pada proses kejayaan pontianak tidak serta merta begitu saja, ada sebuah proses panjang yang bermula pada masa kesultanan kadariyah pontianak yang di dirikan oleh sultan abdulrahman al kadrie pada tahun 1771 masehi.
Bermula dari angka tahun 1771 masehi tersebut, kejayaan Pontianak mulai menapak zaman, artinya kurang lebih hampir tiga abad lamanya, pontianak membangun peradabannya sehingga mendapatkan memontum yang baik di abad ke 20 yakni sebagai ibu kota sebuah provinsi dibawah negara kesatuan republik indonesia yang baru merdeka pada tahun 1945.
Namun sebelum era tahun 1771, kita mundur dahulu kebelakang bahwa di saat pontianak saat itu mulai membangun sebuah peradaban, ada sebuah daerah yang sudah maju dan menjadi pusat perdagangan terbesar di pulau kalimantan pada masa itu.
Daerah tersebut adalah Sukadana, yang saat ini menjadi ibu kota kabupaten Kayong utara yang baru mekar pada tahun 2007. Sukadana pada masa lampau sebagaimana yang juga di tulis resmi di laman wikipedia tentang profil kalimantan barat , di jelaskan bahwa pada abad ke 12 masehi telah menjadi ibu kota dari kerajaan Bakula pura atau yang juga masyhur di sebut dengan nama Tanjung pura.
Penyebutan Bakula pura adalah di masa kerajaan singasari yang mana bakula pura di masa itu merupakan salah satu provinsi dari bagian wilayah kerajaan singasari dengan ibu kotanya yang bernama sukadana, bahkan pada masa itu Bakula pura juga pernah di singgahi oleh pasukan mongol dari rombongan kubilaikhan sebelum menyerang raja singosari terakhir yakni kerta negara .
Tempat persinggahan pasukan mongol di buktikan dengan adanya peninggalan batu beraksara cina kuno yang ada di desa betok kecamatan kepulauan karimata. Aksara cina ini telah di teliti dan di terjemahkan oleh balai arkheologi.
Masa keyajayaan sukadana adalah manakala prabu jaya memindahkan pusat kerajaan Tanjung Pura dari benua lama atau negeri baru ketapang saat ini, lalu prabu jaya memindahkan kekuasaanya ke Sukadana pada abad ke 14 Mashei.
Pada masa itu Sukadana mulai menjadi bandar yang ramai bahkan dalam peta abraham ortelius yang di cetak pada tahun 1570 dan 1572 memuat peta Sukadana dengan nama taiaopura dengan penanda yang spesifik.
Mari kita perhatikan peta abraham ortelius berikut ini dengan seksama. Pada peta tahun 1970 ini terlihat jelas ada penanda peta dengan nama taiaopura berlambang kota, hal ini sama dengan 9 kota lain yang ada di seluruh pulau boneo pada masa itu.
Dari peta itu sementara dapat di simpulkan bahwa taiaopura dengan ibu kota sukadana sejajar dengan bandar, atau kota kota yang maju di pulau borneo, saat itu pontianak belum ada dalam peta tahun 1570 tersebut.
Dalam catatan sejarah belanda pertama kali melakukan hubungan dagang dengan sukadana yakni pada tahun 1604 dengan membeli intan yang berasal dari lawai atau labai. Karena sukadana sebagai bandar besar di masa itu, maka para pedagang dari wilayah sungai kapuas dan batang lawai banyak yang berdagang ke bandar sukadana.
Sebelum orang orang belanda, prancis dan inggris juga pernah berdagang bahkan membuka kantor dagangnya di Sukadana. Selanjutnya Terjadi persaingan dengan belanda Selama kurun waktu tahun 1611 hingga 1617, dan inggris akhirnya tersisih dari persaingan dagang tersebut.
Sukadana menjadi bandar pelabuhan yang besar di mulai dari masa Raja Baparung, kemduian di lanjutkan oleh putra mahkotanya yakni karang tunjung, sang ratu agung, panembahan bandala, panembahan ayer mala, panembahan barokh, dan panembahan sorgi atau giri kesuma.
Setelah meninggalnya panembahan sorgi, karena anaknya yang bernama Giri mustika masih kecil maka tahta tanjung pura era sukadana beralih pada ratu mas jaintan atau putri bunku yang merupakan istri dari panembahan sorgi yang berasal dari kerjaan landak.
Di masa ratu mas jaintan inilah cikal bakal kemunduran dari bandar besar sukadana, sebab dari tahun 1619 hingga 1627 terjadi beberapa peperangan yang banyak menghabiskan energi dari kerajaan tanjung pura, yang juga berimbas pada bandar pelabuhan sukadana, sebagai urat nadi perdagangan mancanegara di masa itu.
Namun di masa giri mustika naik tahta pada tahun 1627 masehi, ia mencoba untuk memperbaiki kondisi kerajaan, ia kembali menjalin hubungan diplomatik serta persahabatan, namun tidaklah mudah untuk memulihkan kerajaan yang sudah proak poranda.
Tanjung pura era sukadana saat itu sudah mulai lemah, sang ibu yakni ratu mas jaintan atau putri bunku yang sudah tua dan sempat menjadi tawanan perang oleh pasukan sultan agung dikembalikan ke kampung halamnnya di landak, sedangkan sang putra mahkota yakni giri mustika tidak bertempat tinggal pusat kota raja tanjung pura sukadana, namun lebih memilih berdiam di mulia sebab ia merasa lebih aman dan damai di tempatnya yang baru tersebut.
Muller dalam catatanya pada tahun 1822 juga menjelaskan, betapa sulitnya giri mustika kembali membangun tanjung pura setelah pemerintahan sang ibu yang banyak di warnai konflik dan peperangan. Selanjutnya giri mustika meninggalkan sukadan dan berdiam di Mulia, saat ini adalah lokasi desa harapan mulia dan rantau panjang. di duga lokasi giri mustika pada masa lalu adalah sekitar areal terusan jawa yang ada di sungai rantau panjang yakni perbatasan antara desa rantau panjang dan harapan mulia.
Selanjutnya Bandar sukadana kembali semakin jauh di tinggalkan, sebab di masa dimasa sultan muhammad zainuddin ia kembali mengalihkan kota rajanya menuju ke hulu sungai matan, yang selanjutnya dinasti kerajaan matan mulai di bangun pada masa sultan muhamad zainuddin atau gusti zakar negara.
Di masa sultan muhammad zainuddin yang menjadi pendiri kerajaan matan ini, juga terjadi dua kali peperangan yang banyak menguras tenaga, seperti perang intan dengan kerajaan landak yang juga berbuntut panjang dengan persetruan perang melawan banten serta campur tangan belanda.
Kemudian perang saudara antara adiknya yang bernama pangeran agung yang berusaha merebut kekuasaan juga berpengaruh terhadap kondisi kerajaan Matan pada masa itu, hingga akhirnya setelah sulatan muhammad zainuddin kembali, dan dapat merebut tahtanya lalu ia memindahkan kota raja dari matan menuju indera laya atau saat ini lebih populer di sebjut dengan daerah yang bernama sandai.
Akhirnya keamanan dari bandar sukadana di masa itu tidak terlalu dikawal dengan baik, sebab kondisi kerajaan mengalami banyak peristiwa yang menguras tenaga, Terlebih ketika sultan muhammad zainuddin meninggal pada tahun 1725 tahta kerajaan terjadi kekosongan hingga tahun 1732 masehi.
Pada masa penerus dari sultan muhammad zainuddin, bandar sukadana sempat kembali bangkit dari masa krisisnya, namun hal tersebut tidak berlangsung lama sebab dari tahun 1780 dan 1786 terjadi dua kali serangan dari Kesultanan pontianak di masa itu.
Berdasarkan dari catatan muller dan sumber literatur yang lainnya, sultan Syarif abdulrahman melakukan serangan yang pertama namun ia gagal. motivasinya menyerang bandar sukadana adalah ingin merebut posisi bandar perdagangan, yang mana saat itu bandar pelabuhan pontianak sudah mulai di bangun, maka ketika ia melihat sukadana kembali berkembang yang juga di tandai dengan datangnya orang orang dari luar untuk berniaga serta bertempat tinggal, maka timbul ke khawatiran jika sukadana akan menjadi bandar pesaing bagi pontianak, maka ia memutuskan untuk menyerang sukadana.
Setelah serangan pertama dari sultan abdurrahman berhasil di gagalkan, ia kembali menyerang kedua kalinya, namun pada kesempatan berikutnya sultan syarif abdulrahman berhasil melakukan negosiasi dengan kerajaan lain serta orang orang eropa.
Maka kurang lebih 2000 pasukan di kerahkan oleh sultan syarif abdulrahman pada tahun 1786, ia menyerang dengan kekuatan penuh bandar sukadana, hingga akhirnya bandar Sukadana benar benar hancur dan porak poranda.
Pada saat penyerangan yang ke dua ini sukadana tidak mampu lagi menahan gempuran, dari armada perang sultan syarief abdulrahman yang lengkap dengan senjata perangnya. Para kerabat raja pada malam penyerangan itu juga melarikan diri, dan rakyat yang ada di sukadana pada masa itu, juga ikut mengsungsi dan mengosongkan kota sukadana.
Maka hingga saat ini cerita tutur yang masih sering melekat di hati masyarakat adalah bila sukadana dulu pernah menjadi sebuah “padang tekukur”. Maksud padang tekukur adalah tempat yang sepi akibat dari peristiwa penyerangan tersebut.
Sukadana menjadi kota mati yang benar benar kosong dan tidak berpenghuni, hingga akhirnya pada tahun 1827, dinasti sukadana baru atau new brussel yang di pimpin oleh tengku akil yang di pertaunsyah menjadi raja di sukadana.
Namun pada masa itu pontianak sudah maju pesat sehingga bandar pelabuhan sukadana yang kembali di bangun sudah tidak mampu lagi menyalip laju perkmbangan dari kota pontianak.
Seandainya saja tidak terjadi beberapa peristiwa perang di kerajaan tanjung pura dan matan yang berimbas pada pelabuhan sukadana pada masa itu, maka di pastikan sukadana akan menjadi daerah yang maju, bahkan ketika gaung kemerdekaan negara republik indonesia, maka sukadana akan menjadi sebuah ibu kota provinsi kalimantan barat.
Yang perlu menjadi pengingat juga, bahwa dalam beberapa kali peristiwa perang yang pernah terjadi, kita juga tidak dapat menghakimi atau memberikan stempel hitam maupun putih dari sebuah kerajaan ataupun seorang pemimpin, sebab situasi di masa itu berbeda dangan saat ini apalagi ketika kita melihat dengan kacamata nasionalisme maka sangat tidak elok jika kita persamakan di masa itu.
Misalnya saja peristiwa pemberontakan yang terjadi oleh adik kandung dari sultan muhammad zainuddin, jika kita kaji dengan akal fikiran hal tersebut rasanya muskil terjadi, namun kenyataanya adalah demikian, begitu juag peristiwa penyerangan sultan syarif abdulrahman ke bandar sukadana jika di kaji secra akal, hal tersebut juga hampir mustahil terjadi, sebab ayahanda dari sultan syarief abdulrahman menikah dengan nyai tua atau utin kabanat yang merupakan putri dari raja kerajaan Matan tanjung pura era sukadana, dan pada masa kecil, ia juga pernah hidup di sukadana, pendek kata sukadana bagi sultan syarief abdulrahman adalah kampung halaman sekaligus kampung bagi orang taunya.
Namun alasan penyerangan sultan abdurahman saat itu dapat di maklumi sebab dinamika serta kekuasaan dan tuntutan untuk memakmurkan rakyat merupakan sebuah kewajiban yang harus di penuhi sang raja, maka ekspansi wilayah adalah cara yang populer dan satu satunya jalan yang dapat di lakukan secara cepat untuk mengembangkan sayap serta pengaruh kekuasaan pada masa itu.
Demikianlah simpul dari kemajuan kota pontianak yang akhirnya di kemudian hari menjemput momentum sebagai ibu kota provinsi kalimantan barat, seandainya saja pada masa sultan syarief abdulrahman tidak melakukan ekspansi serta upaya upaya untuk kemajuan pontianak, maka sangat kecil kemungkinan wajah pontianak tidak seperti saat ini.
Begitu juga sukadana yang pernah menjadi sebuah kota tertua di kalimantan barat pada abad ke 14, dan telah berakhir pada masa kejayaaanya di abad ke 18 masehi, Sudah 200 tahun lebih sukadana mengalami kemunduran peradaban, akan kah suatu saat sukadana akan kembali menjemput kejayaanya ?. jawabannya ada pada ulasan video di cahnel ini .
Demikianlah pembahasan kami kali ini, semoga bermanfaat bagi kita semua dan mohon maaf apabila masih banyak kekurangan semoga ulasan ini menambah wasan serta kahazanah keraifan budaya dan sejarah bagi kita semua . Kami ucapkan terima kasih telah menyimak ulasan ini, sampai jumpa dan salam budaya. MIFTAHUL HUDA 2020
0 Komentar