Syair Gulung atau masyarakat Simpang Matan lebih lazim menyebutnya sebagi ‘’kengkarangan’’, ada juga yang menyebutnya ‘’engkarang’’ atau ‘’kengkarang’’, bahkan dibeberapa tempat di tanah kayong ada yang menyebutnya syair Lelayang karena isinya hanya sekilas pandang.
Dikutip dari buku Melayu Klasik Khazanah Sastra Sejarah Indonesia Lama yang di tulis oleh Shaleh Saidi, dijelaskan bahwa kesastraan Melayu terbagi menjadi tiga fase yakni: pertama, sejarah kesastraan Melayu sebelum masuknya pengaruh Hindu dan Islam, kedua, sejarah kesastraan Melayu zaman peralihan Hindu Islam, ketiga, sejarah masuknya pengaruh Islam dan kesastraan melayu. Syair datang dari Parsi dan Arab sekitar abad ketiga belas. Masuk lewat Aceh kemudian menyebar ke seluruh Indonesia.
Kengkarangan adalah bagian dari seni pertunjukan bersyair berupa sastra lisan, sekaligus warisan budaya Suku Melayu dari peninggalan Kerajaan Simpang Matan yang merupakan turunan dari kerajaan Tanjungpura yang pernah berdiri diabad 14 hingga 15 masehi. Seni tradisi bertutur yang disebut kengkarangan ini sudah ada sejak zaman kerajaan Simpang Matan bahkan sebelumnya yakni diabad ke 17, dan tetap lestari hingga saat ini. Artinya kurang lebih sudah 500 tahun seni kengkarangan ini turun temurun di bumi melayu, khususnya di masyarakat simpang matan dan sekitarnya.
Menurut Raden Jamrudin ( 56 Tahun ) Seorang budayawan sekaligus pelestari seni kengkarangan asal negeri simpang, mengungkapkan bahwa istilah Syair gulung mulai populer di negeri simpang sejak tahun 2000 an, sebelumnya orang orang hanya mengenal Syair gulung dengan nama kengkarangan. Namun menurutnya istilah kengkarangan hingga saat ini juga masih populer di kalangan masyarakat akar rumput, terutama masyarakat yang berdiam dari hilir masuk kehulu seperti; Desa Sungai Mata mata, Batu Barat, Penjalaan, Lubuk Batu, Matan Jaya, Tambang amok, Laur, Bayur Rempangi, jelutung dan sekitarnya.
Di sebut ‘’kengkarangan’’ sebab bait syair ini di karang atau di buat seseorang yang memang pandai menyusun kalimat berdasarkan topik yang akan di angkat dalam sebuah kengkarangan yang ia tuangkan dalam lembar kertas memanjang. Jika zaman dahulu orang menuliskan kengkarangan ini pada kertas yang terbuat dari kulit kayu ataupun kain dan dibacakan oleh para penyair handal dimasanya.
Di Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten induknya yakni Ketapang, banyak dijumpai para pengarang dan pelantun syair kengkarangan ini. Para pelestari ini hampir ada disetiap desa, sebab kengkarangan ini mudah untuk dipelajari secara perorangan, maka sebagian besar banyak yang tau membuat syair kengkarangan ini dari belajar sendiri atau otodidak.
Hanya dengan melihat orang membaca lantunan syair dipanggung, bagi yang punya insting menulis kengkarangan akan lebih hebat lagi hasilnya. Selain itu para pelestari kengkarangan ini juga biasa dipakai dalam acara acara tertentu seperti pernikahan dan acara formal lainnya, serta yang paling seru adalah jika ada acara festival budaya, biasanya akan ada lomba khusus kengkarangan atau syair gulung ini.
Di Kabupaten Kayong Utara, setiap kali ada acara Festival Budaya pasti ada cabang perlombaan untuk kengkarangan atau syair gulung ini. Di mulai dari tahun 2016 hingga tahun 2019, kecuali tahun 2020 dan tahun 2021 karena pandemi COVID 19, maka event festival budaya di tunda pelekasanaanya hingga situasi normal kembali.
Di zaman kerajaan Simpang Matan, syair surat kengkarangan ini memiliki dua fungsi, yakni selain untuk hiburan juga media untuk menyampaikan aspirasi dari takyat jelata kepada para petinggi kerajaan, terutama kepada raja.
Tok Imam Norman ( 70 Tahun ), budayawan sekaligus pelestari syair kengkarangan asal sukadana menuturkan bahwa bahwa dizaman dahulu para Da`I juga sering menggunakan Syair sebagai media dakwah. Ia mendapat pengajaran Syair kengkarangan tersebut juga dari ayahnya yang pemuka agama dan salah seorang tokoh agama di kecamatan simpang hilir yangmerupakan temn ayahandanya juga.
Di saat itu menurutnya untuk menulsikan syair kengkarangan tidak memakai huruf latin namun memakai huruf arab melayu atau jawi, maka hingga saat ini Tok Imam Nurman jika menulis kengkarangan juga masih memakai arab melayu atau jawi.
Syair Surat Kengkarangan Di Masa Kerajaan
Kengkarangan ini lazim di gunakan pada acara acara resmi kerajaan dengan tujuan menyampaikan pesan kepada khalayak sesuai dengan tema acara dalam kerajaan dimasa itu. Selain itu juga menjadi media penyampai yang elegan dan mudah diterima oleh semua kalangan, sebab isi dari kengkarangan pada masa itu sebagai media penyampai aspirasi atau kritik, nasehat, dan yang paling sering adalah sebagai media propaganda bagi seseorang ataupun identitas.
Dalam acara resmi kerajaan, misalkan saja ketika Raja berkunjung ke sebuah wilayah bawahannya di Kadipaten yang saat itu diperintah oleh seorang Adipati, jika saat ini jabatannya setingkat bupati. Maka ketika mengadakan acara dikadipaten tersebut biasanya dari pihak kerajaan membawa penyair untuk membacakan kengkarangan guna menyampaikan maksud anjangsana (kunjungan ). Dalam membacakan kengkarangan tersebut sang penyair biasanya juga membumbui dengan lawakan lawakan ataupun khabar gembira yang membuat rakyat senang mendengarnya.
Setelah pembacaan Kengkarangan dari rombongan raja usai, biasanya disambut dengan pembacaan kengkarangan dari tuan rumah yang berada di Kadipaten. Sang penyair biasanya akan menyampaikan salam takzim terutama bagi yang Mulia raja sebagai tanda bahwa mereka menerima dengan baik serta sangat merasa di agungkan dengan anjangsana yang dilalukan oleh rombongan raja tersebut. Dalam bait bait awal kengkarangan ini biasanya berisi puja puji terhadap raja, membuat raja senang adalah sesuatu kewajiban termasuk dengan memberikan kata kata khusus pada sang raja dalam baik kengkarangan.
Setelah bait bait awal usai, sang penyair menyampaikan keadaan negeri yang diperintah oleh sang adipati seperti keadaan masyarakat, mata pencaharian seperti di hutan, kebun , sawah ataupun sungai maupun hasil laut. Jika ada pesan ataupun kritik biasanya sang penyair menyampaikannya lewat syair dengan tidak menyinggung perasaan yang mendengar terutama sang raja. Maka biasanya sang penyair memuat kengkarangan pada bait pesan atau kritik ini dibungkus dengan humor tingkat tinggi, sehingga rombongan dan sang raja tidak murka saat mendengarnya, namun justru malah tertawa terbahak bahak.
Namun dibalik tertawa itu, biasanya sang raja akan menitahkan pada juru tulis untuk mencatat pesan ataupun kritik yang disampaikan oleh sang penyair tersebut. Namun apabila sang raja terlihat murung saat sang penyair membacakan pesan dalam bentuk kengkarang itu, maka alamat sial akan datang, maka dari itu para pembuat syair kengkarang di masa itu sangat berhati hati sekali. Akan tetapi sangat jarang bahkan kejadian raja murung saat dikritik lewat kengkarangan ini tidak pernah terjadi, sebab ini sudah menjadi budaya ataupun tradisi.
Sistem monarkhi pada kerajaan Melayu khususnya di Kerajaan Simpang Matan memiliki keunikan tersendiri salah satunya tidak anti terhadap kritik dan yang paling penting kesederajatan atau egaliter sangat di junjung tinggi, walaupun berbeda pangkat dan jabatan di kerajaan maupun dengan rakyat jelata, namun rasa kesederajatan tetap di junjung tinggi oleh kerajaan, maka dalam budaya masyarakat melayu negeri simpang dan umumnya tidak mengenal istilah kasta yang dapat mengkotak kotakkan derajat seseorang berdasarkan kastanya. Bagi masyarakat melayu negeri simpang semua orang memiki derajat yang sama di hadapan Tuhan, miskin, kaya, berpangkat, rakyat biasa, semuanya sama yang membedakan adalah akhlak dan budi pekertinya saja.
Tidak heran apabila sang penyair dalam membacakan kengkarangan juga berisi saran ataupun kritik, walaupun kritik tersebut di kemas dengan rasa humor dan bahasa yang halus namun hal tersebut sudah biasa disampaikan walaupun didepan umum yang dihadiri penguasa ataupun raja di masa itu. Justru bait kritik tersebut dibacakan sang penyair mendapat sambutan gelak tawa dari para pendengar yang hadir dan juga raja yang turut tertawa. Hal seperti inilah yang membuat suasana semakin akrab antara raja dan rakyat biasa dimasa itu.
Syair Kengkarangan Khas Simpang Matan
Setelah masa kerajaan sudah tidak ada lagi, seni membaca surat kengkarang ini masih lestari, walau zaman sudah tergerus arus modernisasi, namun tentunya dengan variasi dan nada yang lebih beragam. Dalam pesta pernikahan biasanya syair surat kengkarangan ini selalu di bacakan oleh penyair dan biasanya sekaligus si pembuat surat kengkarang.
Untuk membuat dan membacakan surat kengkarang ini, tuan rumah punya gawai telah memesan terlebih dahulu dengan orang yang pandai membuatnya jauh hari sebelum acara dimulai. Biasa si pembuat surat kengkarang akan menanyakan nama mempelai, dan keluarga serta kisah kisah apa yang patut di angkat nantinya dalam kengkarangan. Namun biasanya dari si tuan rumah juga memberikan point point cerita yang akan di angkat dalam surat kengkarangan nantinya, baik itu cerita suka, duka, hingga cerita humor serta yang tak kalah penting pesan pesan untuk mempelai serta keluarga dari kedua belah pihak. Setelah mendapat point penting tersebut, kemduian waktunya bagi si pembuat surat kengkarang untuk merangkainya menjadi satu kesatuan cerita yang runut, tentunya dengan kaidah penulisan membuat surat kengkarangan.
Dalam penulisan syair kengkarangan ini ada beberapa kaidah yang harus diperhatikan, Seperti syair yang terdiri dari empat baris. Semua baris syair kengkarangan merupakan isi atau makna tulisannya. Jadi, syair kengkarangan tidak memiliki sampiran. Setiap baris syair kengkarangan biasanya terdiri dari empat kata dan memiliki 8 - 14 suku kata. Ciri khas syair kengkarangan adalah bersajak a-a-a-a dan biasanya bahasa yang digunakan adalah bahasa bahasa kiasan yang khas dan unik.
Membuat Syair kengkarangan ini gampang gampang susah, sebab selain kaidah penulisan juga di perlukan intuisi dan juga wawasan si pembuat. Namun biasanya para pembuat yang sudah berpengalaman, biasanya hanya dalam waktu singkat dapat membuat surat kengkarangan sebab ia sudah terbiasa sehingga keterampilan dan instingnya terasah.
Setelah si pembuat surat kengkarangan usai membuat, maka biasanya akan memperlihatkan kepada si tuan rumah untuk di koreksi. Setelah final maka biasanya akan diserahkan dan pada hari acara surat kengkarangan akan digulung dan digantung pada paruh burung tingang yang ikut dalam arak arakan pengantin. Setelah sampai, surat kengkarangan tersebut di bacakan ketika sudah tiba waktunya.
Surat atau syair Kengkarangan biasanya dibaca dengan digulung sehingga lebih populer dimasa moderen ini disebut dengan syair gulung. Membaca dengan menggulung ini tujuannya agar mudah untuk membuka sekaligus membaca, dengan tekhnik yang unik yaitu menggulung dari dalam keluar dengan tujuan bait awal dari kengkarangan dapat terlebih dahulu di baca.
Adapun ke khasan dari syair kengkarangan khas Simpang Matan ini adalah dari sisi irama atau lantunan yang di sebut sebagai ‘’lagu simpang’’. Saat ini memang tidak banyak lagi yang dapat melantunkan lagu kengkarangan khas simpang ini, seperti Raden Jamrudin, Raden Jamhari, Tok Imam Norman , adalah segilintir orang yang masih bisa melantunkan lagu kengkarangan khas simpang ini. Jikalau orang lain ada yang bisa mungkin adalah para generasi tua saja, namun meski demikian, saat ini Irama syair kengkarangan khas lagu simpang ini sudah kembali mulai di hidupkan walau masih dalam kalangan terbatas.
Selain irama syair kengkarangan Khas simpang Ada beberapa irama dalam syair kengkarangan yang berkembang di masyakarak tanah kayong di antaranya adalah: elang mengantuk, saluang beranyut, Awan Lemang, Ayun Anak, dong kakak, Lembang Melayu Kayong, Siti Zubaidah, Sikah dan Abdul muluk.
Perbedaan yang khas atau menonjol dari setiap lagu atau irama tersebut terletak pada cengkok, atau nada dalam membawakan lagunya, misalnya nada rendah diawal, ditengah atau diakhir dan begitu juga sebaliknya. Atau bahkan ada perpaduan beberapa irama dari satu lagu dengan lagu yang lain, misalnya lagu lembang melayu kayong merupakan perpaduan antara lagu Ketapang dan lagu Simpang, kemduian lagu siti zubaidah diadopsi dari negeri jiran malaysia.
Beberapa Contoh Bait Syair kengkarangan Karya Raden Jamrudin
Bismillah di tulis permulaan kalaaam
Dengan nama allah kholiqul alam
Pemberi rahmat siang dan malam
Pada makhluknya seluruh alam
Sholawat dan salam kami sampaikan
Pada muhammad nabi junjungan
Semoga syafaatnya kan terlimpahkan
Pada hadirin yang mendengarkan
Sukadana negeri kayong utara
Dulu di sebut kerajaan tanjungpura
Awal bernama bakulapura
Masyhur terkenal di nusantara
Kayong utara yang masih belia
Empat belas tahun punya usia
Belumlah lengkap bak kota madia
Fasilitas pembangunan dalam upaya
Kayong utara kota sejarah
banyak peninggalan segala arah
Kepada ahli kami berserah
Warisan leluhur jangan terjarah
Kayong utara di sukadana
Objek wisatanya di mana mana
Kami menatanya belum sempurna
Membutuhkan waktu dan juga dana
Demikinalah contoh beberapa bait syair kengkarangan dengan khas bersajak a-a-a-a dalam setiap baitnya. Dan dalam setiap pembukaan selalu di awali dengan salam serta puja puji pada Allah dan rasulnya, sebab pelantun syair kengkarangan ini memang rata rata beragama Islam.
Melalui seni kengkarangan ini hendaknya dapat dikembangkan dan terus dilestarikan, sebab didalamnya terkandung nilai nilai budaya dan keluhuran serta filosofi yang snagat tinggi. Para generasi pemuda adalah estafet peneurs di masa depan untuk terus dapat mewarisi seni kengkarangan khas Simpang Matan Ini. MIFTAHUL HUDA, Dihimpun dari berbagai sumber
NARA SUMBER : Raden Jamrudin, Imam Nurman, Raden Mas Unju, Raden Jamhari dan Ahmad Yani, serta riset dilapangan yang di himpun dari berbagai tutur lisan.
0 Komentar