Adegan Film Perang Belangkaet di Kerajaan Simpang Matan pada 27 - 28 Februari 1915, akibat menentang Belasting dari Pemerintah Hindia Belanda |
Baru baru ini kita dihebohkan dengan fenomena oknum para
pegawai dilingkungan Dirjen Pajak yang memakai nama “Belasting Rijder”, yang
disematkan sebagai perkumpulan motor gede (Moge). Munculnya kelompok pecinta
motor gede yang mengatas namakan Belasting Rijder ini sungguh membuat resah
sebagian besar masyarakat Indonesia.
Prilaku para pegawai pajak dengan hobi berkendara motor gede
ini diluar etika kepatutan, sebab dapat identik dengan gaya hidup mewah. Selain
itu dari segi penamaan “Belasting”, seakan akan mereka bangga dengan nama
peneinggalan kolonial yang pada masa lalu sempat membuat masyarakat Indonesia
sengsara.
Adegan Film Perang Belangkaet di Kerajaan Simpang Matan pada 27 - 28 Februari 1915, akibat menentang Belasting dari Pemerintah Hindia Belanda |
Belasting adalah bahasa Belanda yang berarti pajak, dizaman
penjajahan Belanda dahulu penerapan pajak atau Belasting ini sangat membebani
bagi rakyat kecil. Sehingga tak patut jika nama belasting ini dipakai oleh orang
orang sekelas pejabat publik seperti pegawai Pajak.
Akibat penerapan Belasting / pajak atau rakyat kerajaan simpang
juga menyebutnya Pungkar, yang dilakukan secara paksa oleh Pemerintah hindia Belanda.
Pada masa sebelum kemerdekaan terjadi perlawanan rakyat yang hampir ada disetiap
penjuru negeri. Tak sedikit tetes darah dan nyawa hilang demi menentang
kezaliman yang dilakukan oleh pemerintah kolonial pada masa itu.
Salah satu perlawanan rakyat akibat penerapan pajak atau Belasting
ini terjadi di Kerajaan Simpang Matan, yang puncaknya meletus pada tanggl 27 –
28 Februari 1915, disebuah tempat yang bernama Kampung Belangkaet. Perlawanan
rakyat ini dimotori oleh Ki Anjang Samad yakni hulubalang satu (1) dari Gusti
Panji (Panembahan Suryaningrat), Raja dari Kerjaan Simpang Matan.
Setiap orang membayar pajak badan,
pajak kebun, lalu mencari macam-macam pajak di mana rakyat sendiri tidak
mengerti maksud tujuan pajak-pajak itu sendiri. Terkenallah tuan-tuan para Belanda yang
memimpin penagihan pajak ini seperti Letnan Obos, kemudian Tuan Sepak dan Tuan
Tendang, mereka berlaku kejam sering menyepak dan menendang sehingga di beri julukan
itu oleh rakyat Simpang.
Adegan Film Perang Belangkaet di Kerajaan Simpang Matan pada 27 - 28 Februari 1915, akibat menentang Belasting dari Pemerintah Hindia Belanda |
Karena rakyat tidak ingin membayar pajak, mencari
bermacam-macan dalih untuk mengelakkannya. maka dikirimlah Tuan Sepak yang terkenal dengan sepak dan tendangannya.
Dengan keangkuhannya ia menyepak dan menendang
setiap rakyat yang tidak mau membayar pajak. Ki Anjang Samad Mendidih darahnya
melihat daerahnya diinjak-injak, martabatnya
serasa tercabik cabik manakala melihat rakyat simpang meminta belas kasih
dan berlutut pada serdadu Belanda untuk
diampuni karena tak mau membayar Belasting.
Karena selama hidupnya
belum pernah Ki Anjang Samad melihat rakyat dimintai pajak oleh Panembahan,
Yang ada hanya bantuan sukarela secara bergotong-royong mengantar upeti (kekambit)
sebagai bakti kesetian rakyat kepada sang Raja.
Kemudian bakti itu di balas oleh Panembahan dengan menyediakan bahan-bahan kebutuhan
rakyat, seperti: pakaian, bahan-bahan makanan, tembakau, garam, kemudian
alat-alat untuk berladang serta yang lainnya.
Dari itulah Ki Anjang Samad memberontak, lalu ia menanamkan
semoboyan kepada rakyat yang hingga saat
ini masih terpatri dalam kenangan rakyat
simpang. Semboyannya yang terkenal itu adalah
" lebih baik mati, Daripada
harus membayar belasting”.
Adegan Film Perang Belangkaet di Kerajaan Simpang Matan pada 27 - 28 Februari 1915, akibat menentang Belasting dari Pemerintah Hindia Belanda |
Kemudian mulailah ia menghadap Raja Gusti Panji untuk meminta
restu, lalu kemudian ia menyusun kekuatan secara diam diam. Kia Anjang Samad mengumpulkan tenaga-tenaga
muda kemudian membakar semangat rakyat untuk membebaskan rakyat Simpang dari
cengkeraman Belanda.
Kemudian setelah semuanya siap datanglah kembali Ki Anjang Samad menghadap Panembahan Gusti
Panji untuk menyampaikan kebulatan tekat Seluruh rakyat untuk Mencari keadilan. Raja Gusti
Panji dengan penuh haru Melihat hal ini ,
ditambah lagi ia mendengar suara hati rakyatnya Yang tidak Ingin tanah tumpah
darahnya diinjak-injak, rakyat diperas dan diperlakukan sewenang-wenang Oleh Belanda , Maka direstuilah perjuangan
tekad hati rakyatnya itu untuk perjuangan melawan penjajah Belanda.
Maka selanjutnya Turunlah Gusti Panji bersama Ki Anjang Samad
ke kampung-kampung untuk langung menyeru rakyatnya agar ikut berjuang bersama sama. Kepada yang sudah tua, dan perempuan, serta anak-anak
diperintahkan mengungsi lalu dibuatkan tempat persembunyian yang jauh dari
kampung.
Dihimpunlah seluruh pendekar
di Tanah Simpang dari Kampung
Sepuncak, Kampung Kembereh, Kampung
Bukang, Kampung Banjor, Kampung Gerai, Kampung Kelam, dan kampung kampung
lainnya.
Adegan Film Perang Belangkaet di Kerajaan Simpang Matan pada 27 - 28 Februari 1915, akibat menentang Belasting dari Pemerintah Hindia Belanda |
Pada waktu itu datang juga bala bantuan dari Hulu Tumbang Titi utusan dari uti usman
yakni seorang pejuang yang anti Belanda. Pasukan dari tumbang titi ini lengkap
dengan persenjataannya yang berupa parang / apang 'mandau' serta perisainya yang berjambulkan bulu bulu burung,
kemudian pada gagangnya berhiaskan bulu
burung enggang.
Kedatangan mereka ini menambah semangat rakyat simpang, dengan
pekikan tekad perjuangan karena tujuan mereka bersama untuk mengusir serta mengalahkan penjajah Belanda.
Rombongan dari tumbang titi ini dipimpin oleh Panglima Ropa, yang buta
matanya di sebelah kiri, kemudian diikuti
oleh lima orang lain yang bergelar panglima, yakni : Panglima Enteki , Panglima
Ida, Panglima Gani, Panglima Etol, dan Panglima Gecok.
Masing-masing panglima ini memberikan motivasinya pada
pejuang rakyat simpang. Dikishkan bahwa mereka memiliki keberanian dan juga ketangkasannya. Kepala burung yang menghiasi hulu apang
mandaunya itu adalah hasil memantap (berburu sambil sambil melompat).
Ilustrasi sengitnya Perang Belangkaet di Kerajaan Simpang Matan pada 27 - 28 Februari 1915, akibat menentang Belasting dari Pemerintah Hindia Belanda ( Ilustrasi : Pri Art) |
Lalu ke lima panglima itu berunding dengan Ki Anjang Samad di
Kampung Sebango. Dibangun pula saat
itu balai untuk tempat bertarung, kemudian barak
sebagai pusat pengungsian rakyat yang tidak ikut berjuang.
Dibalai ini pulalah diadakan ritual adat memantrai senjata atau di sbeut dengan rutial “mengumpani” selama tiga malam berturut -turut. saat ritual dilaksanakan semua jenis senjata Dikumpulkan
dari mulai , parang, pedang, tombak, sumpit, senapan lantak, senapang terekol, serta senjata-senjata pusaka bertuah
lainnya.
Ayam dipotong / disembelih dengan darah yang tidak boleh
tertumpah ke tanah, kemudian Para perempuan membuat ketupat lalu ayam panggang disiapkan sebagai persembahan
untuk memberi makan “komang” atau hantu
senjata.
Selanjutnya Di tengah tengah balai tersebut di buat perapian
yang besar , dan digantung dua buah gong atau tetawak, kemduian gong tersebut di pukul pukul dengan bersahut
sahutan menggema didalam hutan belantara di iringi dengan nyanyian mantera mantera yang dikepalai oleh
Datok Tenteki sebagai dukun. "Hai
Hantu Komang Hantu bernyawa minta turun untuk mengumpani segala senjata”.
Demikilanlah ucapk datok tanteki berkali kali memanggil hantu komang di tengah
hutan belantara.
Ilustrasi sengitnya Perang Belangkaet di Kerajaan Simpang Matan pada 27 - 28 Februari 1915, akibat menentang Belasting dari Pemerintah Hindia Belanda ( Ilustrasi : Pri Art) |
Upacara ini dilakukan hingga pagi hari dan kemudian semua
makanan harus dibuang ke sungai dan tidak boleh dimakan lagi, sebab menurut
keyakinan hanya tinggal ampasnya saja,
sedangkan sari makannya sudah tidak ada
lagi karena sudah dimakan hantu komang.
Selama upacara itu berlangsung, para panglima mengadakan latihan perang, melompat sambil memantap, mulai dari setinggi dada hingga diiringi pekikan, atau mangkas guna untuk mencari semangat atau kekuatan .
Sengitnya Perang Belangkaet Di Kerajaan Simpang
Setelah selesai upacara pemberian makan senjata dan latihan
memantap, maka disiapkan penyerangan ke tangsi militer Belanda di Sukadana,
saat ini berada di samping kantor PLN dekat balai Nirmala. lalu
pagi-pagi sekali berangkatlah para panglima
di bawah pimpinan Ki Anjang Samad dengan menaiki dua buah sampan yang
cukup besar disebut dengan (Kolek), kolek merupaka sebutan perahu yang cukup
besar bermuatan 20 hingga 50 orang.
Tiba di Sukadana, Mereka Langung Mengadakan Penyerbuan Ke Tangsi
Belanda , namun Ternyata Tangsi militer Belanda di Sukadana Telah Kosong. Setelah ditanyakan kepada penduduk, pasukan Belanda
rupanya dikerahkan ke hulu Ketapang untuk mematahkan perjuangan dari uti usman
yang juga melakukan perlawanan kepada Belanda .
Kemudian mereka menyeberang ke pulau Datuk untuk menyerbu
loji atau Kantor Belanda, saat ini loji tersebut hanya tinggal puing puing bata
merah, namun sayangnya cagar budaya peninggalan ini kurang terawat, bahkan di
area loji ini dibuat bangunan baru yang mrusak sebagian struktur bata merah
sebagai bagian dari cagar budaya tersebut.
Kembali pada kisah perang Belangkait , ketika para pasukan ki
Anjang Samad sampai, Temyata loji itu juga kosong ditinggalkan oleh Belanda. akhirnya pulanglah mereka dengan kekecewaan,
dan menuju kampung Subango sambil menanti kedatangan Belanda.
Tiga hari kemudian datanglah serdadu Belanda dengan kapal
Bukat yang dipimpin oleh Tuan Sepak dan Letnan Obos, Semua serdadu dikumpulkan
di Kampung Belangkait, sebuah kampung yang tidak jauh dari Kampung
Sebango.
Mendengar berita kedatangan serdadu-serdadu Belanda, maka pasukan
dari kerjaaan simpang menyiapkan diri untuk mempersiapkan penyerangan. kemudian dipilihlah hari jum'at untuk
melakukan penyerbuan terhadap Belanda yang sudah ada di kampung Belangkait.
Pada malam hari diadakanlah musyawarah untuk menyusun rencana
dan strategi, disitulah Panglima Ropa mengatakan, "Malam ini kita bercamis
kemudian pagi-pagi nanti kita akan menyerang mereka (, bercamis adalah bersiap secara zahir
dan rohani termasuk mengemaskan alat-alat dan senjata).
Ilustrasi sengitnya Perang Belangkaet di Kerajaan Simpang Matan pada 27 - 28 Februari 1915, akibat menentang Belasting dari Pemerintah Hindia Belanda ( Ilustrasi : Pri Art) |
Sepanjang malam itu mereka terus berjaga-jaga hingga menjelang pagi, lalu bertanyalah Panglima Ropa kepada Ki Anjang Samad, "Kapan kita melangkah panglima ?" , tanya panglima ropa. lalu dijawab singkat oleh kiAnjang Samad "Terbang lalat,". terbang lalat dalam bahasa ki Anjang Samad diartikan bahwa mereka turun pagi seiring dengan lalat yang sudah keluar dari sarangnya.
Dalam suasana tegang yang hening, ketika sang fajar sudah
mulai menyembul, suara suara kokok ayam-bersahutan, suara burung sudah mulai berkicau,
lalu lalat pun mulai terbang, berdirilah Ki Anjang Samad, kemudian dengan serempak
diikuti yang lain.
Hanya dengan tiga patah kata, "Kita berangkat
sekarang", begitulah kata Ki Anjang Samad dengan nada yang berat penuh semangat. Ketika melewati pintu, tersantuklah kepala Ki
Anjang Samad. Maka berdetaklah
jantungnya, buyarlah semangatnya, karena hal itu merupakan sebuah pertanda yang
tidak baik bagi dirinya.
Lalu kembali ia mengukuhkan niatnya dengan berkata, " berajal
maot adak berajalpun maot (melangkah mati , tak melangkahpun juga mati)". Dengan penuh
ketenangan, pergilah mereka bersama turunnya matahari dari peraduan. Lalu berlayarlah mereka dengan dikomandani
oleh Ki Anjang Samad, dengan menyusuri
sungai menuju kampung Belangkait.
Sementara di pos Belanda yang dibangun di kampung Belangkait, Belanda sudah bersiap siaga menanti kedatangan pasukan ki Anjang Samad. Dan tibalah saatnya, peperangan itu pun
meletus dengan berhadap- hadapan antara tentara Belanda yang di pimpin oleh Letnan Obos dan Tuan Sepak,
sementara diseberang sungai dengan Ki Ajang Samad bersama pengikutnya.
Pada waktu itu Letnan Obos dan Tuan Sepak memakai baju besi,
sementara tentara Belanda disekelilingnya berbentengkan banir atau kayu besar
yang sudah mati.
Akhirnya terjadilah tembak-menembak yang tidak seimbang
antara pasukan Belanda dan pasukan rakyat simpang. Terdengar sesekali letusan dari pasukan Ki Anjang Samad yang tidak banyak memiliki
senapan lantak, kemudian mendapat balasan seperti letusan garam dibakar dari
pasukan Belanda.
Namun demikian, kendati tembakan Dari Pasukan Ki Anjang Samad
Hanya sesekali, tetapi Semuanya Mengenai sasaran yang tepat, maka pada saat itu bergelimpanganlah mayat para serdadu
Belanda menemui ajal.
Pada perang Belangkait ini TerkenalSeorang penembak jitu, yang
kebal dari timah panas, ia Bernama ki Julak
Laji yang saat itu sudah tua. Dengan peluru andalan yang bernama peluru betunang itu setiap letusan lantaknya Pasti
menumbangkan lawannya.
Di kisahkan bahwa Pada saat perang terjadi, ki Julak Laji sambil
menggendong cucunya, dimana sang cucu berperan untuk membantu mengisi peluru.
Pada saat di medan perang , ki Julak Laji yang kebal dihujani peluru oleh Belanda
dibagian dadanya hingga bajunya hancur berlubang-lubang , akan tetapi tak
satupun peluru yang berhasil menggores kulitnya.
Pada saat dadanya sudah dirasa panas karena dihujani peluru Belanda , maka ia terjun ke dalam sungai dan berendam
untuk beberapa saat lamanya, lalu naik kembali dan menembakkan senapang lantak ke sasarannya.
Akhimya Belanda merubah taktiknya dengan tidak
lagi bertahan, tetapi mulai menyerang dengan menyeberangi sungai menggunakan batang pohon dungun. Sesampai diseberang para serdadu Belanda
membabi buta memuntahkan peluru peluru mereka, namun para pejuang dari rakyat
simpang tak gentar, selama belum ada perintah mundur dari panglimanya yakni ki Anjang
Samad , mereka terus melawan dengan persenjataan apa adanya.
Pada saat peperangan , tiba tiba ki Ajang Samad terkena
tembakan dari Letnan Obos tepat di dada dan
kepalanya, saat itu pakaian hitam yang dikenakan ki Anjang Samad berlumuran
menjadi berwarnah merah penuh akan darah, tak beberapa lama ki Anjang Samad pun roboh dalam perjuangannya
membela ibu pertiwi.
Menjelang waktu ashar berakhirlah pertempuran pada hari itu,
dengan gugurnya panglima perang Ki Ajang Samad yang telah
membela tanah airnya dengan ikhlas dan
tanpa pamrih, bahkan jiwa dan raganya ia korbankan demi membela rakyat simpang .
Para pengikut Ki Anjang Samad kemudian berangsung angsur
mundur serta kembali ke posnya yang berada di Bengkujung. Meskipun demikian Belanda merasa kesal, melihat
hasil pertempuran yang menelan banyak biaya , bukan sedikit Peluru yang keluar
bagaikan curahan hujan, namun hanya
menjatuhkan satu orang korban.
Diantara panglima-panglima pengikut-pengikut Ki Anjang Samad
tidak ada yang terbunuh, hanya panglima Ida yang terluka sedikit pada
dagunya. Sementara serdadu Belanda hanya
tinggal separuhnya saja.
Serangan Balasan Oleh Belanda
Keesokkan harinya, pada tengah hari, Belanda membalas dan
menyerang Bengkujung, tetapi tidak berhasil, karena para pejuang telah pindah
ke tempat lain yang tidak jauh dari kampung Sebango. Keesokan harinya Pada pagi hari sekali , Belanda
kemudian menyerang Sebango. Namun disana,
ternyata daerah itu juga kosong.
Belanda hanya menemukan satu orang penghuni yang tinggal dipinggir
sungai sebango. Orang ini sedang sakit dan
tidak bisa berjalan. Belanda memaksa dan
menyiksa orang tersebut hinga akhirnya ia membongkar rahasia dimana para
pejuang rakyat simpang bersembunyi.
Sementara itu di sebuah tempat tersembunyi para pejuang simpang sedang kelelahan dan
beristirahat, saat itu tidak seorangpun yang berjaga-jaga, karena menganggap persembunyian mereka aman dan tidak
seorang pun tahu. Hanya patih legat dari Sungai Kerio yang memiliki firasat
tidak baik pada saat itu.
Pada saat para pejuang sedang beristirahat tiba tiba Terdengarlah serentetan tembakan
yang membuat panik, lalu semuanya lari
kocar kacir menyelamatkan diri. Tentara Belanda sudah sampai di halaman dan
kembali mengeluarkan rentetan tembakan kedua yang menyapu atap.
Kemudian rentetan tembakan yang ketiga diarahkan kepada para
pejuang yang berlarian. Pada saat itu melompatlah Patih Legat di depan letnan obos
dan memantapkan apang mandaunya, namun karena baju besi yang di pakai, apang
mandaunya tak berhasil menembus. Pada
saat yang sama letnan obos kemduian memegang rambut patih legat yang terjuntai
panjang dan hendak memenggalnya dengan pedang, namun di saat yang sama patih
legat berteriak melengking , dan menghilang tanpa jejak meninggalkan letnan
obos yang tercengang dengan memegang beberapa helai rambut patih legat yang
masih tersisa ditangannya.
Kemudian dengan amarahnya Letnan Obos bersama serdadunya,
mengepung hutan lalu memburu setiap para pejuang dari kerajaan simpang. Pada saat itu para serdadu Belanda berhasil
menemukan Patih Kembereh yang bersembunyi di pungkar kayu yang sudah tumbang,
lalu dengan bengisnya , patih kembereh dihujani peluru tanpa ampun hingga
akhirnya ia gugur sebagai kesuma simpang.
Sampai saat ini untuk mengenang kepahlawanan Patih Kembereh, tempat itu
dikenal dengan nama Lubuk Patih.
Para pejuang banyak yang ditangkap dan di penjara di Sukadana,
yang dikemudian hari Empat pejuang
meninggal di dalam penjara. Hanya Patih
Enteki yang selamat, dan sempat di
penjara lalu dilepaskan oleh Belanda.
Sementara Mok Rebi belum
tertangkap, ia menjadi buron sepanjang hidupnya hingga suatu saat Belanda tidak
lagi mencarinya . di kisahkan saat pelariannya,
Muk Rebi- yakni pengawal setia Ki Anjang Samad, bersembuyi di rawa rawa yang mana pada saat serdadu
Belanda sedang mencari di rawa, ia pun menyelam.
Pada saat Belanda sedang mencari, moncong senapan lantak Muk
Rebi selalu mengarah pada letnan Obos, namun karena senapan lantaknya basah,
tidaklah dapat meletupkan peluru yang ada di dalamnya. Setelah itu
peperangan terbuka tidak lagi dilakukan, namun dengan cara gerilya yang di pimpin oleh Muk
Rebi.
Tidak sedikit serdadu Belanda yang mati karena Perang Belangkait
dan perang gerilya lainnya, sehingga beberapa kali kapal Bukat yang penuh
dengan para serdadu Belanda, namun saat
kembali dari sungai Simpang terlihat sepi.
Karena itulah Belanda semakin marah, Jorong atau lumbung padi rakyat habis dibakar, kemudian ternak di jarah, Setiap orang yang dijumpai ditangkap atau di siksa.
Selain itu, apabila rakyat tidak membayar belasting maka akan ditangkap kemudian ditawan. Banyak
orang yang menjadi korban pada saat itu, Jika bertemu dengan tentara Belanda dan tidak mau menyerah, maka mereka dihabisi menggunakan bedil.
Belanda terus-menerus mengadakan patroli ke Setiap kampung, guna
memaksa rakyat membayar pajak yang lebih berat lagi, sehingga banyak masyarakat
yang lari ke hutan-hutan. Melihat hal
itu Belanda mengajak Gusti Panji untuk berunding. ia meminta pada sang raja agar rakyat kembali.
Namun Gusti Panji menyanggupinya dengan
tidak melakukan paksaan serta kekejaman atas Belasting tersebut.
Sesuai kesepakatan akhirnya Turunlah utusan Panembahan yakni Pangeran Pati ke
kampung-kampung untuk meyakinkan rakyat tetap tenang lalu kembali ketempat semula
. Maka berakhirlah perang Belangkait, yakni perang melawan penjajahan Belanda
yang cukup banyak meminta korban, baik harta benda bahkan jiwa dan raga .
Tugu Digulis Pontianak Saski Bisu
Perjuangan Cucu Gusti Panji
Untuk menghormati kepahlawanan Ki Anjang Samad, oleh rakyat simpang
tempat peristirahatannya yang terakhir di sebut sebagai makam bunga. Dimana secara filosofi makam bunga diartikan
bahwa Nama dari ki Anjang Samad tetap harum, dan tetap melekat di hati rakyat, sekaligus
sebagai tokoh dan teladan yang terpuji di mata rakyat Simpang hingga saat ini.
Berakhirnya perang Belangkait itu bukan berarti usainya sebuah
perjuangan. Karena semangat juang rakyat
Kerajan Simpang yang dipimpin oleh Panembahan
Gusti Panji tetap hidup, maka Perjuangan
menentang kolonialisme Belanda tetap hidup, walau dengan dengan cara yang
berbeda yakni sosial dan politik.
Gusti Hamzah, yakni anak Gusti Ismail cucu dari Gusti Panji dari
Teluk Melano sebagai penerus dari cita cita pendahulunya, bersama dengan rekan-rekannya dari daerah lain, cukup aktif dalam organisasi
Syarikat Islam yang dibekukan pada tahun 1919. Kemudian dengan Dipelopori oleh Gusti Sulung
Lelanang dari kerajaan Landak mereka
mendirikan Syarekat Rakyat sebagai kelanjutan dari Syarekat Islam.
Pada tahun 1926, Gubernur Jendral D. Fock memerintahkan penangkapan dan pembuangan
kepada anggota-anggota organisasi yang dianggap berbahaya oleh pemerintah
setempat.
Akhirny Gusti Hamzah bersama sembilan orang dari Kalimantan
Barat dijebloskan ke penjara. Kemudian pada
1 April 1929 di pindahkan ke Digul. Gusti Hamzah dan Gusti Sulung Lelanang
setelah 11 tahun dipengasingan, baru dipulangkan pada tahun 1938.
Atas perjuangan mereka, pemerintah dalam hal ini melalui Menteri
Sosial telah menghadiahi mereka sebagai PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN /
KEMERDEKAAN, khusus untuk Gusti Hamzah penghargaan sebagai pahlawan nasional
perintis kemerdekaan di kukuhkan melalui
Surat Keputusan No 297/70 / PK / Anum, ter tanggal 30 Maret
1970.
Selain itu nama nama mereka juga telah diabadikan pada sebuah
monumen perintis kemerdekaan yang terletak di jalan Ahmad yani di depan Universitas
Tanjung Pura Kalimantan Barat.
Sampai disini berakhirlah sejarah Perang Belangkait melawan
penjajahan Belanda di Kerajaan Simpang, yang diukir dengan darah dan air mata oleh
para pejuang-pejuang tanah air ini.
Semoga dengan kisah kepahlawanan ini kita bisa dapat lebih
menghargai dan merefleksikan bagaimana para pejuang kita dahulu berkorban jiwa
dan raganya. Maka merasa malulah kita jika hanya tinggal menikmati jerih payah
namun justru jadi beban negara ataupun malah mengerogoti, maka jika demikian
tak lebih kita seperti prilaku penjajah dimasa lalu.
Di tuliskan kembali Oleh Miftahul Huda
yang bersumber dari Tulisan Gusti Muhammad Mulia ( Raja Simpang ke 7/ Sultan Muhammad Jamaluddin II) pada Buku menapak tilas
kerajaan tanjung pura pada tahun 2008 serta Ekpedisi mentawai tahun 1967 dan
berbagai sumber di lapangan.
0 Komentar