Ticker

6/recent/ticker-posts

Hubungan Panas Dingin Tanjungpura & Majapahit

 


Artikel ini bersumber dari beberapa literatur sejarah di antaranya dari laman historia yang di tulis oleh Risa Herdahita Putri  yang bersumber dari  beberapa prasasti  majapahit serta  naskah china dan eropa, selamat menyaksikan.

Bakulapura, demikian nama daerah itu pada masa Singhasari. Kelak, pada masa Majapahit dan seterusnya, wilayah itu masih punya hubungan dengan Jawa. Namanya bukan lagi Bakulapura, melainkan Tanjungpura.

Menurt dwi cahyono seorang dosen pengajar sejarah dari universitas negeri malang berpendapat bahwa,  “Bakulapura merupakan embrio dari Tanjungpura,” .

Di antara raja-raja Singhasari, Kertanagara adalah raja yang pertama memiliki pandangan politik ke luar Jawa. Berdasarkan laporan mpur Prapanca dalam Kakawin Negarakrtagama, Bakulapura menjadi salah satu nagari yang ditundukkan sang prabu kerta negara dalam sebuah ekpedisi yang di namai dengan ekspedisi pamalayu .

Pada era Majapahit, Mahapatih Gajah Mada merebut kembali keberadaan wilayah ini dalam kekuasan majapahit yang di buktikan dengan sumpah amukti palapa yang ia ucapkan. 


 Dalam Nagarakrtagama, Tanjungpura nampaknya digunakan untuk menyebut seluruh Pulau Kalimantan saat ini. Pulau itu dikatakan sebagai salah satu wilayah yang tunduk pada kekuasaan Majapahit.

Prapanca menulis, negara-negara di Pulau Tanjungnegara seperti ,  Kapuas-Katingan, Sampit, Kota Lingga. Kota Waringin, Sambas, Lawai, Kandandangan, Landa,  Samadang, dan Tirem tak terlupakan juga yakni Sedu, Barune, Kalaka, Saludung, Solot, dan juga Pasir Barito, Sawaku, Tabalung,  Tanjung Kutei,  Malano, ada di Pulau Tanjungpura.

Hubungan Kalimantan dan Jawa mengalami pasang surut sejak pertama kali diincar oleh Kertanagara.

Dwi Cahyono mengatakan perpolitikan antara Singhasari dan Tanjungpura ikut bubar dengan berakhirnya Kerajaan Singhasari pada 1292. Karenanya, di msa majapahit Wijaya yang menjadi peletak batu pertama Majapahit harus kembali menggandeng tanjung pura.

Ada sebuah prasasti dari masa cicitnya, Hayam Wuruk, yang mungkin menceritakan prosesnya. Disebutkan di sana, jika Sri Kretarajasa Jayawarddhana Anantawikrama Uttungga memiliki empat permaisuri.

 “…empat permaisurinya setara dengan dewi-dewi, yang menyebar di Pulau Bali, Melayu, Madhura, dan Tanjungpura…,”. Demikianlah salah satu isi dalam satu prarsasti majapahit di mas itu.

Menurut Dwi chanyono , dari prasasti itu tersirat bahwa pada masa pemerintahan Sri Kretarajasa,  kekuasaan Majapahit meliputi Bali, Melayu, Madhura dan Tanjungpura. Untuk merangkul wilayah itu, menantu Kertanagara  kemungkinan mengikat perkawinan politik dengan putri dari Tanjungpura.

“Dengan demikian, semenjak awal Majapahit diperkirakan telah lahir generasi buah perkawinan antara penguasa Majapahit dan putri Tanjungpura,”

Hal itu bisa dimaklumi ketika melihat nama Tanjungpura disebutkan  dalam Prasasti Waringinpitu di masa Dyah Krtawijaya tahun 1447. Tanjungpura adalah salah satu dari 14 nagari yang berada di bawah girindra atau keluarga besar dari Majapahit.

Hasan Djafar menjelaskan, 14 nagari yang disebutkan dalam prasasti itu berada di bawah kendali sejumlah penguasa. Secara hierarki, mereka ada di bawah raja Majapahit. Adapun yang berkuasa di sana adalah para kerabat raja yang di sebut sebagai Paduka Bhattara.

Menurut Hasan, berdasarkan Prasasti Waringinpitu, raja di daerah Tanjungpura adalah manggala wardahni Dyah Suragharini. Sementara dalam Serat Pararaton dijelaskan bahwa Bhre Tanjungpura adalah anak Bhre Tumapel Dyah Krtawijaya.

Wilayah yang berkaitan dengan Tanjungpura juga diberitakan dalam sumber Tiongkok, seperti Sejarah Dinasti Ming. Wilayah itu disebut Bu-ni, atau borneo.

Keterangan itu mirip dengan pernyataan dalam Kidung Harsawijaya bahwa Tanjungpura ada di antara sebelas negeri yang tunduk di bawah Majapahit.

“…Sangat luas, dan juga takluk, berbakti, terutama Bali, Tatar, Tumasik, Sampi, Koci, dan Gurun, Wandan, Tanjung-Pura, apalagi Dompo, Palembang, Makassar, datang bersama-sama dengan pesembahan segala isi negeri,” sebut naskah Kidung Harsawijaya tersebut.

Menurut Slamet Muljana pengertian daerah pada abad ke-14 berbeda dengan pengertian koloni pada masa modern. Persembahan upeti yang tak banyak nilainya dari daerah tertentu kepada Majapahit sudah dapat dianggap sebagai bukti pengakuan kekuasaan Majapahit.

Namun, menurut Hasan Djafar, sebagaimana disebutkan dalam Nagarakrtagama, hubungan yang terjalin dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara merupakan kerja sama regional yang saling menguntungkan. "Nagarakrtagama menyebut daerah di Nusantara itu merupakan daerah yang dilindungi oleh Sri Maharaja Majapahit.

Kendati begitu, pada masa yang lebih modern lewat catatan Tome Pires, Suma Oriental, diketahui bahwa Tanjungpura beberapa kali diserang oleh penguasa Jawa. Salah satunya adalah Pati Unus, yang dicatatnya sebagai penguasa Jawa dari Jepara.

Demikianlah kisah sejarah  hubungan antara majapahit dan kerajaan tanjung pura di sukadana, untuk Kisah kisah sejarah berikutnya, anda dapat menikmati di chanel kayong TV ,  terima kasih Sampai jumpa dan salam budaya.

 

Posting Komentar

0 Komentar